Senin, 14 Agustus 2017

Sekolah AL Falah DAHULU

ini adalah pengalaman saat anak saya bersekolah di al falah dulu.
sejujurnya saya hapus postingan yang lama karena saya khawatir ada ketidaksesuaian antara tulisan saya yang berdasarkan pengalaman dahulu dengan al falah yang ada sekarang, maka saya hapus postingan tersebut. tapi berhubung saya orang melankolis, saya merasa kepingan hidup kami tetaplah bagian hidup kami, akhirnya saya taruh postingan lama itu di sini.

fyi anak-anak saya sudah tidak bersekolah di al falah sejak tahun ajaran lalu (2016-2017)... ^_^

saya sungguh merindukan sekolah al falah yang lama, dengan konsep yang dulu, orang2 yang dahulu, keramahan yang dahulu...


Sudah sejak usia satu tahun Ikhlas, anak pertama kami, kami masukkan ke sekolah.
iya, saya tahu, pasti mau bilang, "emang ga kasian umur segitu udah disekolahin?" atau "anak piyik kayak gitu diajarin apa di sekolahnya?"
dan jawaban saya: emangnya kenapa harus kasian? lha di sekolahnya ga diajarin baca tulis, ga dikasih PR, ga disuruh duduk diem yang pake nyanyian "tangan ke atas, tangan ke samping, tangan ke depan, duduk yang manis" (hayo ngaku, pasti baca ini sambil nyanyi ya.. XD
lho, trus diajarin apa? ya mereka diajarin semua hal sesuai usianya.
misalnya ya, pas anak saya masih usia satu  tahun. kerjaannya di sekolah tuh cuma tidur, makan, main sama gurunya, dengerin gurunya cerita sambil diperlihatkan bukunya, main2 di lapangan, belajar jalan, dan kegiatan bayi lainnya..
see.. anak ogut nggak dieksploitasi.. heheheh

lanjut lagi ya..
sekolahnya tuh sekolah islam dengan metode sentra yang berbasis pada 9 pilar utama.
sekolahnya beralamat di jalan kelapa dua wetan, ciracas.
itu sekolah bener2 nggak terkenal... nyempil, dan ga keliatan kalau itu adalah sekolah yang terdiri dari jenjang baby house (sejak usia 2 bulan sampai 3 tahun), play group, tk, sd, smp, sma...
jam sekolahnya lumayan lama, dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang (untuk pra sekolah sampai sd kelas 2), sedangkan sd kelas 3 sampai sma pulangnya jam 4 sore.
ada juga extended untuk anak pra sekolah sampai kelas 2 sd, jadi mereka bisa pulang jam 4 sore.
nah, di sini juga suka banyak yang dengan semena-mena bilang, "itu tempat penitipan anak kali, bukan sekolah!"

dan saya sejujurnya ingin berteriak: BUKAN! ini sekolah, aseli sekolah, S-E-K-O-L-A-H... di mana ada guru, koordinator guru, kepala sekolah, direktur sekolah, kurikulum, pencapaian tiap anak, dan segambreng hal-hal akademik lainnya. dan saya yakin, pasti sangat berbeda dengan tempat penitipan anak!



Saya Jatuh Hati

awalnya saya nggak setuju kalau anak sekecil itu berkelahi dengan waktu.. eh salah, itu lagu bang iwan.. heheheh
awalnya saya ga setuju kalau anak saya yang masih belia itu disekolahkan. kasian kan dia, nanti jangan2 ga deket sama ibu bapaknya lagi, ga deket dengan keluarganya, trus nanti dia malas sekolah pas usia sd...
eh ternyata saya malah jatuh hati sama sekolah itu.

ya, saya jatuh hati sekali pada semua sistem pendidikan di sekolah itu... dan juga guru-gurunya yang saya belum pernah menemukan guru-guru yang seperti mereka di sekolahan manapun di muka bumi ini (lebay deh hehehe).

semua berawal dari PPOT (Program Pelatihan Orang Tua) yang wajib diikuti oleh semua orang tua yang menyekolahkan anaknya di sini. jadi kalau memang mau anaknya sekolah di sini, ya harus mau ikut program ini.
tujuannya adalah untuk menyeimbangkan pola didik sekolah dengan pola didik di rumah.
sip, saya setuju banget dengan alasannya.
karena banyak orang tua murid yang melempar tanggung jawab pendidikan pada sekolah anak-anak mereka dan terima beres.
mereka ga mau tahu, yang pasti anak mereka harus bisa bagus kalau sudah sekolah!
lha.. di sekolah cuma berapa jam, bu, pak? lebih banyak waktu mereka dihabiskan di rumah, kan...

akhirnya saya mengikuti PPOT itu. selama 10 hari saya mengikuti pelatihan itu, selama itu pula ada banyak sekali hal yang membuat saya tertampar, tertegun, dan tersadar bahwa saya butuh banyak belajar untuk menjadi orang tua yang baik!

emang diapain aja di PPOT itu?
di dalam pelatihan itu kami dibawa untuk menyadari bahwa semua anak itu terlahir dengan fitrahnya masing2. tugas para orang tua adalah mendampingi mereka tumbuh sesuai fitrahnya dan tentu saja harus bisa menjadi pendamping terbaik bagi mereka.
ah, saya rasa saya terlalu dangkal menjabarkannya, karena saya yakin, sekali anda mengikuti program ini, maka saya jamin anda akan tersadarkan sesadar-sadarnya. program ini banyak sekali membawa perubahan pada diri saya. dan menurut testimoni peserta yang sudah pernah ikut, mereka pasti ingin ikut program latihan tahap selanjutnya.

nah, saat program pelatihan itu, kami para peserta diajak untuk ikut eksplorasi sekolah. kami mengamati kegiatan belajar mengajar di sekolah.
di sini saya melihat, anak saya 'diapakan' saja sehari-harinya dan itu benar2 membuat saya bergidik...
saya bergidik karena ternyata sekolah itu jauh lebih mengerti anak saya ketimbang saya yang orang tuanya!
mereka jauh lebih ramah terhadap anak saya ketimbang saya yang orang tuanya!
dan saya sangat kecewa pada diri saya sendiri...
ah, rasanya mata saya selalu sembab selama mengikuti program pelatihan itu dan saat eksplorasi sekolah...


Cara Guru Berkomunikasi
"oh, Ikhlas mau pinjam? boleh bicara dengan temannya." ketika anak saya diam saja padahal ingin memakai sebuah mainan yang sedang dimainkan temannya.

"kita bisa bicara. kalau menangis tidak ada yang mengerti." ketika ada seorang anak yang menangis karena menginginkan sesuatu.

"wah, alhamdulillah, hari ini Ikhlas sudah bisa menyuap nasi sendiri." ketika anak saya berhasil menyuap sendiri makanannya.

"tidak apa-apa tumpah. kita bisa bereskan." ketika ada anak yang tidak sengaja menjatuhkan minuman di kelas.

"masih butuh waktu untuk tenang? oke, bu guru akan menunggu sampai  tenang." ketika ada anak yang tantrum, dan sang guru berkata sambil memeluk anak tersebut.

"sekarang bu guru sedang berbicara. yang lain tenang, mendengarkan. kita bergantian." ketika seorang guru sedang berbicara sedangkan ada murid lainnya sibuk berbicara dengan temannya.

ah, indah sekali di sekolah itu..
tak ada guru yang marah.
tak ada guru yang menyuruh.
tak ada guru yang melarang kreasi muridnya.
tak ada nada tinggi.
tak ada muka capek apalagi jutek.

masya allah...

saya yang merupakan ibu dari seorang anak saja masih sangat sering marah, menyuruh ini itu semena-mena, melarang anak berkreasi hanya karena sudah capek dengan tugas lainnya, bernada tinggi, bermuka jutek...

masya allah...

itu baru dari segi bahasa dan tingkah laku.
masih banyak hal lain yang saya garis bawahi dari semua yang ada di sekolah ini.

ernst (anak kedua saya) saat acara manasik haji di sekolahnya



Perlakuan Sekolah pada Murid

bahwa setiap murid itu istimewa? ya, mereka sangat menunjukkan hal tersebut.
pernah suatu waktu saya dipanggil oleh koordinator guru pra sekolah. ternyata tim guru menemukan bahwa ikhlas agak kurang di motorik kasarnya. dan mereka membuatkan program khusus untuk ikhlas yang akan dilakukan selama 2-3 bulan...
bayangin.. sampai sebegitunya perhatian mereka...
saya yakin bahwa banyak sekolah lain yang alihalih memberikan program khusus untuk kekurangan muridnya, mereka justru memanggil orang tua murid dan mengeluhkan bahwa anaknya kurang dalam hal ini dan melabelkan anaknya macam2 (lelet, pemalas, dsb).

mereka membangun logika berpikir anak sehingga anak bisa menemukan sebab dan akibat, dan itu melalui bermain.
"itu ceritanya sedang apa pak supirnya?"
"sedang naik mobil, bu."
"lho, kok pak supirnya naiknya di atas mobil?" bu guru bertanya sambil memerhatikan boneka laki-laki yang dinaikkan ke atas mobil mainan.
"oh iya, harusnya di dalam ya."
"iya, harusnya di dalam mobil. di tempat supir. kalau di atas mobil, nanti bisa jatuh. tidak aman."
dan sang murid lalu berbalik ke awal, menjalankan bonekanya seolah-olah masuk ke dalam mobil, lalu meletakkan bonekanya di pangkuan (karena ceritanya si boneka sudah di dalam mobil--mobilnya kecil jadi tidak muat jika bonekanya masuk), lalu mulai menjalankan mobil2an tersebut. setelah sampai di tujuan, boneka lalu seolah-olah keluar dari mobil.





Ikhlas dan Ernst saat open house sekolah, bersama hasil karya anak2 pra sekolah (PG sampai TK B)


Waktu Sekolah Anak

seperti yang sebelumnya sudah saya katakan, usia pra sekolah sampai kelas 2 SD, murid-murid masuk jam 7 sampai jam 2 siang.
sedangkan untuk murid kelas 3 SD sampai dengan SMA, mereka masuk jam 7 sampai jam 4 sore.

jam sekolah yang panjang dikarenakan membangun mood anak serta bonding dan pembiasaan dengan sekolah (karena bagi anak pra sekolah hal ini  sangat tidak mudah).

jadi ketika pagi hari, anak-anak sudah diminta membuat jurnal (silakan lihat ulasan jurnal di sini pentingnya jurnal), selesai jurnal mereka bisa bermain bebas di dalam ruangan. setelah itu membaca ikrar dan bernyanyi. lalu keluar kelas menuju lapangan untuk melatih motorik kasar mereka. setelah itu sarapan.

sejak pagi sampai sekitar jam 9, itu adalah saat2 membangun mood anak agar siap untuk kegiatan belajar. nah, setelah sarapan barulah dimulai proses belajar.
dan please jangan berpikir kegiatan belajar mereka tuh duduk diam di kelas sementara guru berdiri di depan berteriak menjelaskan sesuatu. oh, tentu tidak.

pembelajaran mereka sesuai dengan sentra yang mereka dapat di hari itu.
sentra dilakukan di luar atau di dalam ruangan, sesuai kebutuhan.
selesai sentra, mereka mereview apa saja nilai dan informasi yang mereka dapatkan selama bermain (belajar) di sentra, ini disebut circle time.
di circle time juga biasanya dibahas hal-hal yang menyangkut bersama.
misalnya ada yang bertengkar sewaktu sentra, maka circle time adalah ajang untuk berbaikan.
selesai sentra mereka makan camilan. bersiap untuk sholat dzuhur, lalu bersiap makan siang. setelah itu bersiap untuk pulang.

Murid dan Murid
"sudah, ga papa, A memang belum ngerti. maafin dia ya." kata seorang anak TK A pada temannya yang menahan sakit karena dipukul oleh seorang temannya yang special need.

"aku mau pinjamkan, tapi kamu harus minta izin dulu." salah seorang anak TK A berbicara pada temannya.

"Ara... masuk ke kelasnya bareng yuk." ajak salah seorang murid pada temannya yang special need. ajakannya sangat tulus, dan terlihat sekali bahwa tak ada perbedaan yang dirasakan oleh anak itu terhadap temannya yang special needs kecuali adalah para special needs memang butuh kasih sayang ekstra.

di sekolah anak memang terbiasa bermain berkelompok dan juga bermain secara individu. saat bermain kelompok (baik kelompok besar maupun kelompok kecil), kerja sama dan brain storming memang sangat diperlihatkan oleh anak-anak tersebut, tentu ini peran penting dari guru saat membangun suasana yang seperti ini.
mereka benar-benar akrab satu sama lain, bahkan tidak hanya yang satu angkatan, tapi juga antar angkatan. ini karena guru juga kadang menaruh murid angkatan yang lebih muda ke kelompok yang lebih tua (untuk beberapa hal tertentu saat main bersama) atau sebaliknya.

kedekatan antar murid tak serta merta berarti semua hal adalah boleh dan baik. misalnya saja ketika anak saya, Ikhlas, sedang sangat dekat dengan seorang temannya perempuan. mereka sering bermain bersama. bahkan ketika memilih teman bermain sekelompok, anak perempuan tersebut sering sekali memilih ikhlas untuk menjadi teman sekelompoknya.
dan di beberapa kesempatan sang anak sering memeluk ikhlas.

akhirnya guru makan (wali kelas) memanggil saya, "bunda, mohon maaf. ada sebuah hal yang saya dan tim guru lihat pada ikhlas dan seorang temannya, mungkin bunda kenal (sambil menyebutkan nama sang anak). mereka berdua sedang akrab-akrabnya akhir2 ini. ya mungkin karena ikhlas adalah tipe anak yang mudah disenangi teman-temannya, ditambah lagi temannya yang satu ini memang anak pertama dan sangat ngemong. jadi mereka akrab sekali."

sampai sini saya masih belum paham.

"ada beberapa kesempatan, ananda memeluk temannya ini, bunda. awalnya saya tidak melihatnya tapi beberapa guru yang lain melihat. dan ketika akhirnya saya yang melihatnya sendiri, saya katakan pada ikhlas: ikhlas boleh sayang teman, tapi yang boleh dipeluk dan dicium itu hanya keluarga."

"oh, iya, bu. beberapa kali saya juga melihat mereka berpelukan, awalnya memang temannya yang memeluk bahkan mencium pipi. tapi saya suka bilang: cukup ya."

"iya, kami memang tidak tau siapa yang memulai terlebih dahulu. tapi mungkin bunda bisa bantu kasih pengertian ke ikhlas bahwa yang boleh dipeluk dan dicium itu hanya keluarga saja, apalagi ini teman yang berbeda jenis kelamin, bisa kita kasih batasan dengan mengatakan bukan muhrim."

ow, sampai sini saya baru sadar, ternyata sekolah mengerti tentang batasan muhrim dan bukan muhrim, alhamdulillah. saya yang justru tersadarkan, saya pikir masih baik-baik saja karena mereka masih kecil. tapi ternyata menurut para guru, hal ini sudah seharusnya ditanamkan sejak dini, agar mereka terbiasa menjaga kontak fisik yang berlebihan dengan yang bukan muhrimnya.
ah, terima kasih, saya tercerdaskan.. :')


Pendidikan Life Skill dan Karakter Kental Sekali di Sekolah Ini
"Bunda, mau minta tolong, di rumah Ernst dibiasakan menyuap makanannya sendiri. karena di sekolah sudah mulai lancar menyuap sendiri."
suatu hari seorang gurunya ernst berpesan pada saya ketika saya menjemput ernst di sekolah.
ya, di sini life skill memang sudah diajarkan sejak dini. bukan hanya mengenai dirinya (makan, minum, berpakaian) namun juga hal lain seperti membersihkan bekas makanan yg tercecer, menyapu ruangan, menggulung bersama guru dan teman2 karpet yg sudah digunakan untuk bercerita bersama, bahkan sampai membersihkan wc. semua bahkan ada jadwal piketnya meski tidak tertulis.
bahkan dulu 'pelajaran' favoritnya ikhlas adalah menyikat kamar mandi :D

pendidikan karakterpun sangat kuat di sekolah ini.
dimulai dari sikap para guru yg sangat baik dan tidak terkesan diada-adakan/dibuat-buat, sampai ara staff dan karyawan juga berpartisipasi dlm pendidikan karakter pada murid.
"alhamdulillah, hari ini kita sudah belajar mengenai tumbuhan."
"alhamdulillah, hari ini ernst sudah mau merapikan mainan dan mengklasifikasikan."


Sekolah adalah Partner Orang Tua, bukan Kaki Tangan
yup, di sekolah ini kedudukan orang tua dan guru memang sama. sekolah tidak mau dijadikan kaki tangan orang tua untuk mendidik anak. maksudnya mereka tidak mau dilempari tugas mendidik anak-anak sepenuhnya. mereka ingin agar pendidikan di rumah dan di sekolah adalah pendidikan yang satu, sama, saling melengkapi.
dengan begitu anak tidak bingung.
maksudnya bingung?
nah, suatu ketika saat pertemuan orang tua dengan guru, kami diwanti-wanti untuk selalu sama antara sekolah dengan rumah. misalnya di sekolah sudah diberitahu dan selalu ditanamkan bahwa makan harus sambil duduk.
lalu di rumah ternyata longgar sekali penanaman nilai seperti ini. makan semaunya di mana saja, sambil ngapain saja.
jangan pikir anak tidak akan terpengaruh.
anak sudah cerdas, mereka bisa menilai. mereka bisa melihat, "oh, di sekolahku harus begini. tapi di rumah tidak harus."
dari sini mereka jadi bisa bermain-main dengan aturan. apa bahayanya?
mereka jadi pintar mempermainkan aturan. mempermainkan aturan inilah cikal bakal orang2 bisa korupsi, bisa bertindak kriminal.

ah, saya kembali tersadarkan. saya kembali belajar. Allah, betapa tidak mudah mendidik anak.

komitmen yang dipegang oleh sekolah untuk menjadi mitra orang tua memang bukan hanya pemanis buatan yang bikin batuk-batuk. mereka mewajibkan orang tua mengikuti PPOT, mereka mengadakan pertemuan guru dengan orang tua untuk membahas apa saja terserah kami para orang tua, mereka memberikan sosialisasi tema persemester (apa saja yang akan anak pelajari selama satu semester ini), mereka juga membuat workshop parenting (terbuka untuk umum, namun orang tua murid mendapat harga spesial untukikut workshop ini).

dan jujur saja, sekolah ini adalah tempat belajar saya mengenai segala hal tentang mendidik anak...



Perkembangan Anak
untuk usia baby sampai toddler besar, perkembangan anak akan dituliskan setiap harinya melalui buku Catatan Harian Baby House. di situ kita bisa lihat apa saja yang dilakukan anak selama di sekolah, makan apa saja, tidur jam berapa, dan ada pesan apa untuk orang tua dari guru-gurunya yang terkait dengan sang anak.




Mengenai Rapor...
jangan bayangkan akan banyak deretan2 angka di dalamnya.. oh, no.. rapornya Ikhlas dan Ernst di sekolahnya adalah deretan kalimat2 panjang mengenai semua pencapaian mereka selama smester tersebut dan juga poin2 yang dicapai oleh mereka sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya. rapot dijabarkan mulai dari psikomotorik, sampai hal2 kecil seperti kebiasaannya di kelas.
dan pada saat pengambilan rapor, semua perkembangan anak dikupas bersama gurunya. masing2 ortu biasanya akan menghabiskan waktu sekitar 15-30 menit saat mengambil rapor.

rapor sekolah


hm... apa lagi yang hendak saya share ya? sepertinya banyak, tapi malam semakin larut, dan saya sudah mengantuk...
in sha allah akan dilanjutkan di lain kesempatan.. :)

mau lihat profil sekolah al falah? ini link youtube-nya profil al falah

Senin, 26 Juni 2017

Saya Tidak Rujuk!

SAYA TIDAK RUJUK!
(Memaknai Hakikat Jodoh, Menurut Saya)

gambar dari sini


Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas semua perhatian, ucapan, dan doa yang dipanjatkan oleh teman-teman atas pernikahan saya. Saya tak akan mampu membalasnya satu persatu, maka biarlah Allah yang Maha Membalas yang membalasnya, syukran jazakumullah khairan katsiran ahsanal jaza.

Entah mulai dari mana, saya ingin menulis hal ini. Namun saya sebetulnya merasa agak terganggu dengan beberapa ucapan "selamat ya akhirnya bisa kembali bersama", "akhirnya bersatu kembali", "akhirnya kesabaran membuat suami kembali ke pelikan", dsbnya...
Maaf, sungguh saya minta maaf memprotes hal ini, seperti orang tak tahu diri, tak kenal terima kasih atas perhatian teman2 yang tulus pada saya. Semoga Allah mengampuni jika saya memang dinilai oleh-Nya sebagai manusia yang tak tahu diri.

Namun sungguh, kalimat2 itu di satu sisi memang terlihat luar biasa, sangat romantis, mengagumkan, memperlihatkan kemahabaikan Allah mengabulkan keinginan hamba-Nya. Namun di sisi lain hati saya seperti diketuk melalui kenyataan ini, apakah benar Allah mengabulkan keinginan hamba-Nya, ataukah hamba yang kelewat euforia terhadap garis perjalanan yang Allah berikan sehingga dengan jumawa yg tersamar hamba merasa Allah mau mengikuti keinginan sang hamba?

Sejujurnya saya merasa tdk nyaman dengan kalimat-kalimat senada itu, seolah saya tidak move on. Tidak move on dari seseorang yang di mana sama2 hamba, sama2 tak kenal dan bisa binasa kapan saja! 

Seolah saya tidak mampu menerima takdir yang Allah berikan, sehingga minta ditakdirkan untuk kembali berjodoh dengan seorang hamba yang mana kita sendiri tak tahu apakah ia baik untuk kita atau tidak dan sebaliknya. Betul seorang hamba boleh meminta, boleh berusaha, namun hak prerogatif Allah lah menentukan segala sesuatu, dan itu psti yang terbaik! Jika masih merasa itu bukan yang terbaik, maka perbaiki kembali keimanan kita!

Seolah saya tak memiliki hal lain, masa depan lain jika tak bersama hamba tersebut. Sungguh, kebahagiaan kita janganlah digantungkan pda seorang hamba, pada yang rapuh. Gantungkan pda Yang Mahakekal, pada Yang Menciptakan si rapuh tersebut. Bahkan ada sebuah pertanyaan yang menurut saya konyol dan agak tak beradab terhadap ketentuan Allah, "kamu berdoa dan ngelakuin apa sampai mantan kamu bisa kembali ke kamu?" Jika saja saya boleh berkata kasar, saya akan memaki. Memang saya semurah itu hingga harus meminta sesuatu yg saya tak tahu baik untuk saya atau tidak, bahkan sampai melakukan sesuatu? Sungguh, meskipun semua harta paling berharga saya diambil seperti kemarin, termasuk anak-anak saya, saya jauh lebih memilih kondisi itu dibandingkan meminta sesuatu yang kita gak tau faedahnya untuk keberlangsungan hidup kita, asalkan Allah ridho.

Dan apakah jika Allah menakdirkan saya tak menikah kembali dengan ayahnya anak2 saya, saya membina rumah tangga dengan orang lain, itu berarti Allah jahat? Karena ada sepenggal kalimat yang mengatakan nada demikian, "Allah baik sekali menyatukan kalian kembali."

Maaf saya agak keras mengatakannya, namun bagi saya, perkara jodoh, siapa jodoh kita, kapan datangnya, itu semua kuasa Allah. Kita berusaha, meminta, sewajarnya, dalam koridornya.
Bagi saya, perkara menikah ini bukanlah 'Menikah Lagi', namun Allah memberikan saya jodoh. 
Tidak ada orang lama atau baru. 
Saat kemarin saya bercerai dengan ayahnya anak2, berarti kami sudah bukan jodoh. Berarti kami memang tidak baik untuk satu sama lain.
Dan saat ini, ketika Allah memberikan saya jodoh, memang Allah memberikan orang yang menurut Allah tepat. Dan kebetulan (sesuai jalan yg Allah berikan) orang yang diberikan adalah orang lama, ayahnya anak2.

Bagi saya tdk ada orang lama atau baru, yg ada adalah jodoh yg diberi oleh Allah dalam batasan2 waktu yg hnya Allah saja yg tahu...

Ini sekadar pemikiran saya saja, tak merujuk pada dalil manapun, hanya sebuah perenungan terhadap apa yang telah dilewati...

Wallahu a'lam 

Jumat, 21 April 2017

Film: Kartini, Reka Ulang Sejarah atau Penafsiran Belaka?






Jika saja saya tidak terlahir dalam keadaan muslim dan tidak belajar Islam, saya tidak akan tahu betapa Islam sangat memuliakan wanita--saya rasa banyak muslimah, bahkan yang sudah mengikuti banyak pengajian, yang juga  tidak tahu betapa mulia posisinya di dalam islam.
Dan pastinya saya akan sangat terhanyut dengan film garapan Hanung ini dan  menelannya bulat2...

Berbicara mengenai film Kartini, untuk alur dan sinematikanya, Hanung memang jagoan...
Ia seolah menjadikan penontonnya sebagai pribumi di tanah Jawa abad 19 (tahun 1800-an), merasakan kentalnya kultur tanah jawa pada masa penjajahan belanda, mencecap banyak sekali adat istiadat jawa melalui unggah ungguh dan juga bahasanya, serta menggambarkan sedikit banyak apa yang terjadi di masa itu terhadap pribumi dan penjajah--dalam hal ini hubungan para bangsawan dengan penjajah.
Pengambilan gambar yang dilakukan oleh Hanung, meski latarnya sebatas rumah ke rumah, hanya beberapa kali ke sebuah desa pengukir kayu dan taman penuh bunga yang dikatakan sebagai negeri belanda, namun seolah menggambarkan keadaan indonesia dan belanda pada masa itu.
Alur cerita yang dibuat hanung cukup halus dan menghanyutkan. Momen paling berasa (feminismenya) adalah saat kartini dan 2 adiknya bermain2 di pantai...

Tunggu, feminisme?
Dengan keadaan jawa pada masa itu, di mana diceritakan di film dan juga literasi2 yang ada, baik dari barat maupun yang telah berkembang lama, wanita jawa adalah manusia tanpa hak kecuali hak untuk tetap hidup. Tekanan yang dihadapi para wanita jawa itulah yang membuat Kartini ingin melawan. Dan ia yang, lagi2 berdasarkan cerita film tersebut, besar dalam pendidikan belanda (sebagai bentuk politik etis) dan banyak melahap buku-buku belanda baik fiksi maupun non fik
si, tentu saja pada akhirnya melihat bahwa barat (dalam hal ini belanda) memiliki jawaban atas ketidakadilan yang kaum wanita rasakan saat itu yaitu FEMINISME. Bahkan jelas dalam sebuah scene diperlihatkan Kartini 'berbincang' dengan tokoh Stella, dan ia bertanya, "Stella, apakah kamu feminis?"
Ya, dalam filmnya Hanung seolah ingin menyampaikan pesan bahwa jawaban dari ketidakadilan persamaan hak antara laki2 dan perempuan adalah FEMINISME..
Namun maaf saja, itu sebuah KESALAHAN BESAR...

Merujuk sebuah buku (Muslimah Sukses Tanpa Stress), salah satu efek gerakan feminisme adalah terciptanya 'superwoman' di masa sekarang ini, apakah salah? Jelas, karena superwoman sangat tak sesuai fitrah. Ia hanya menciptakan banyak sekali wanita yang terjebak depresi saat mengejar predikat superwoman.
Bahkan yang lebih ekstrim, berdasarkan penuturan doktor Dinar, seorang peneliti di INSISTS, sebuah portal berita luar negeri (the guardian), mengemukakan hasil riset antara tahun2 sebelum gerakan feminisme mencuat hingga setelah adanya gerakan feminisme, yang hasilnya sungguh mengejutkan! Ternyata tingkat kebahagiaan wanita jauh lebih tinggi sebelum adanya gerakan feminisme dibandingkan setelah ada gerakan tersebut. bisa lihat linknya di sini.

foto dapat di sini

Dan jika saya boleh berandai, ingin rasanya saya mengajak Kartini mengenal islam dengan sangat baik hingga ia benar2 tahu bahwa posisi mulia memang ditawarkan oleh Islam bagi perempuan, tidak seperti barat yang justru melihat perempuan tak lebih dari makhluk yg tak ada gunanya (ini menurut socrates)...

Atau saya sendiri salah berandai? Karena sependek pengetahuan saya, dan ada jelas disebutkan di beberapa sumber bahwa Kartini memeiliki seorang kakek yang merupakan guru mengaji. Memiliki kakek yang merupakan guru mengaji namun tak tahu islam? Ini sebuah hal aneh. Setidaknya menurut saya. Jawabnya ada 2: kartini tidak dekat dengan kakeknya yang mengerti islam sehingga kartini tdk mengenal islam dengan baik, atau memang ada fakta sejarah yang tdk diceritakan di sini...

Keduanya memungkinkan, namun hal yang paling mungkin adalah jawaban nomor 2. Kenapa? Merujuk dari tulisan dr Adian Husaini di link ini, Kartini dimunculkan justru bukan oleh orang indonesia, namun oleh Belanda sendiri. Maka merupakan sebuah kewajaran jika banyak sekali fakta yang tidak dibuka bukan saja terkait kartini, namun juga tentang masa itu.

Dan merujuk pada literasi yang ada, bahwa Kartini berkawan dengan Haji Agus Salim, Menteri Luar Negeri pada masa Presiden Soekarno, di mana H. Agus Salim merupakan seorang jenius yang taat beragama, tak mungkin rasanya Kartini jauh dari nilai-nilai islam. Namun kita memang tak bisa hanya merujuk pada hal tersebut, karena memang pasa masa itu penjajah sangat mengekang muslim Jawa mempelajari Islam bahkan mengetahui arti ayat-ayat quran, berbeda dengan muslim di Sumatera (yang mana pada masa penjajahan, banyak sekali perlawanan dari tanah sumatera, karena ajaran Islam mengenai kemerdekaan).

haji Agus Salim dan Istri beliau, sumber foto: dari sini


Dalam film itu juga diperlihatkan bahwa sistem poligami yang dijalani pada masa itu sungguh merupakan sebuah hal yang sangat menyakitkan bagi wanita.
Meminjam kata-kata seorang sahabat, apakah memang demikian adanya masa itu ataukah ini salah satu bentuk pemaksaan pola pikir zaman sekarang yang dibawa ke masa itu berdasarkan penafsiran sang sutradara dan penulis skenario?
Lagi-lagi hal ini tidak tergambar dengan baik (secara adil) dalam film tersebut.

Maka ketika kita menyaksikan film Kartini besutan Hanung ini, silakan nikmati dengan baik sampai habis film tersebut, namun jangan terlupa untuk tetap berpikir kritis sesuai dengan world view Islam yang kita miliki dengan baik.

#kartini
#catatanbundy

Kamis, 20 April 2017

Mitos Kartini dan Rekayasa Sejarah

Mitos Kartini dan Rekayasa Sejarah
Oleh: Dr. Adian Husaini

Ada yang menarik pada Jurnal Islamia (INSISTS -Republika) edisi 9 April 2009 lalu. Dari empat halaman jurnal berbentuk koran yang membahas tema utama tentang Kesetaraan Gender, ada tulisan sejarawan Persis Tiar Anwar Bahtiar tentang Kartini. Judulnya: “Mengapa Harus Kartini?”

Sejarawan yang menamatkan magister bidang sejarah di Universitas Indonesia ini mempertanyakan: Mengapa Harus Kartini? Mengapa setiap 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini? Apakah tidak ada wanita Indonesia lain yang lebih layak ditokohkan dan diteladani dibandingkan Kartini?

Menyongsong tanggal 21 April 2009 kali ini, sangatlah relevan untuk membaca dan merenungkan artikel yang ditulis oleh Tiar Anwar Bahtiar tersebut. Tentu saja, pertanyaan bernada gugatan seperti itu bukan pertama kali dilontarkan sejarawan. Pada tahun 1970-an, di saat kuat-kuatnya pemerintahan Orde Baru, guru besar Universitas Indonesia, Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar pernah menggugat masalah ini. Ia mengkritik ‘pengkultusan’ R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990, cetakan ke-4), Harsja W. Bahtiar menulis sebuah artikel berjudul “Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita”. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut,” tulis Harsja W. Bachtiar, yang menamatkan doktor sosiologinya di Harvard University.

Harsja juga menggugat dengan halus, mengapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1978), terbitan resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut.

sumber: dari sini

Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengatetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh.

VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Sultanah memerintah Aceh cukup lama, yaitu 1644-1675. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita.

Siti Aisyah We Tenriolle, sumber: dari sini

Tokoh wanita kedua yang disebut Harsja Bachriar adalah Siti Aisyah We Tenriolle. Wanita ini bukan hanya dikenal ahli dalam pemerintahan, tetapi juga mahir dalam kesusastraan. B.F. Matthes, orang Belanda yang ahli sejarah Sulawesi Selatan, mengaku mendapat manfaat besar dari sebuah epos La-Galigo, yang mencakup lebih dari 7.000 halaman folio. Ikhtisar epos besar itu dibuat sendiri oleh We Tenriolle. Pada tahun 1908, wanita ini mendirikan sekolah pertama di Tanette, tempat pendidikan modern pertama yang dibuka baik untuk anak-anak pria maupun untuk wanita.

Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.

Harsja menulis tentang kisah ini: “Abendanon mengunjungi mereka dan kemudian menjadi semacam sponsor bagi Kartini. Kartini berkenalan dengan Hilda de Booy-Boissevain, istri ajudan Gubernur Jendral, pada suatu resepsi di Istana Bogor, suatu pertemuan yang sangat mengesankan kedua belah pihak.”

Ringkasnya, Kartini kemudian berkenalan dengan Estella Zeehandelaar, seorang wanita aktivis gerakan Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP). Wanita Belanda ini kemudian mengenalkan Kartini pada berbagai ide modern, terutama mengenai perjuangan wanita dan sosialisme. Tokoh sosialisme H.H. van Kol dan penganjur “Haluan Etika” C.Th. van Deventer adalah orang-orang yang menampilkan Kartini sebagai pendekar wanita Indonesia.

Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbit terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922).

Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C.Th. van Deventer. Usaha pengumpulan dana ini lebih memperkenalkan nama Kartini, serta ide-idenya pada orang-orang di Belanda. Harsja Bachtriar kemudian mencatat: “Orang-orang Indonesia di luar lingkungan terbatas Kartini sendiri, dalam masa kehidupan Kartini hampir tidak mengenal Kartini dan mungkin tidak akan mengenal Kartini bilamana orang-orang Belanda ini tidak menampilkan Kartini ke depan dalam tulisan-tulisan, percakapan-percakapan maupun tindakan-tindakan mereka.”

Karena itulah, simpul guru besar UI tersebut: “Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda. Kita tidak mencipta sendiri lambang budaya ini, meskipun kemudian kitalah yang mengembangkannya lebih lanjut.”

Harsja mengimbau agar informasi tentang wanita-wanita Indonesia yang hebat-hebat dibuka seluas-luasnya, sehingga menjadi pengetahuan suri tauladan banyak orang. Ia secara halus berusaha meruntuhkan mitos Kartini: “Dan, bilamana ternyata bahwa dalam berbagai hal wanita-wanita ini lebih mulia, lebih berjasa daripada R.A. Kartini, kita harus berbangga bahwa wanita-wanita kita lebih hebat daripada dikira sebelumnya, tanpa memperkecil penghargaan kita pada RA Kartini.”

Dalam artikelnya di Jurnal Islamia (INSISTS-Republika, 9/4/2009), Tiar Anwar Bahtiar juga menyebut sejumlah sosok wanita yang sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan). Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak sengaja dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Berikut ini paparan tentang dua sosok wanita itu, sebagaimana dikutip dari artikel Tiar Bahtiar.

Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung. Rohana Kudus (1884-1972) melakukan hal yang sama di kampung halamannya. Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.

Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka sudah lebih jauh melangkah: mewujudkan ide-ide dalam tindakan nyata. Jika Kartini dikenalkan oleh Abendanon yang berinisiatif menerbitkan surat-suratnya, Rohana menyebarkan idenya secara langsung melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

Bahkan kalau melirik kisah-kisah Cut Nyak Dien, Tengku Fakinah, Cut Mutia, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah dari Aceh, klaim-klaim keterbelakangan kaum wanita di negeri pada masa Kartini hidup ini harus segera digugurkan. Mereka adalah wanita-wanita hebat yang turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Aceh dari serangan Belanda.

Tengku Fakinah, selain ikut berperang juga adalah seorang ulama-wanita. Di Aceh, kisah wanita ikut berperang atau menjadi pemimpin pasukan perang bukan sesuatu yang aneh. Bahkan jauh-jauh hari sebelum era Cut Nyak Dien dan sebelum Belanda datang ke Indonesia, Kerajaan Aceh sudah memiliki Panglima Angkatan Laut wanita pertama, yakni Malahayati.

Jadi, ada baiknya bangsa Indonesia bisa berpikir lebih jernih: Mengapa Kartini? Mengapa bukan Rohana Kudus? Mengapa bukan Cut Nyak Dien? Mengapa Abendanon memilih Kartini? Dan mengapa kemudian bangsa Indonesia juga mengikuti kebijakan itu? Cut Nyak Dien tidak pernah mau tunduk kepada Belanda. Ia tidak pernah menyerah dan berhenti menentang penjajahan Belanda atas negeri ini.

Meskipun aktif berkiprah di tengah masyarakat, Rohana Kudus juga memiliki visi keislaman yang tegas. “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan,” begitu kata Rohana Kudus.

Seperti diungkapkan oleh Prof. Harsja W. Bachtiar dan Tiar Anwar Bahtiar, penokohan Kartini tidak terlepas dari peran Belanda. Harsja W. Bachtiar bahkan menyinggung nama Snouck Hurgronje dalam rangkaian penokohan Kartini oleh Abendanon. Padahal, Snouck adalah seorang orientalis Belanda yang memiliki kebijakan sistematis untuk meminggirkan Islam dari bumi Nusantara. Pakar sejarah Melayu, Prof. Naquib al-Attas sudah lama mengingatkan adanya upaya yang sistematis dari orientalis Belanda untuk memperkecil peran Islam dalam sejarah Kepulauan Nusantara.

Dalam bukunya, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu ((Bandung: Mizan, 1990, cet. Ke-4), Prof. Naquib al-Attas menulis tentang masalah ini:
“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.”

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Balanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:
”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!… Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Lihat, buku Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, (penerjemah: Sulastin Sutrisno), (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000), hal. 234-235).

Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ”Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ”Syaikhul Islam Jawa”. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116).

Snouck Hurgronje (lahir: 1857) adalah adviseur pada Kantoor voor Inlandsche zaken pada periode 1899-1906. Kantor inilah yang bertugas memberikan nasehat kepada pemerintah kolonial dalam masalah pribumi. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya, adalah melakukan ‘pembaratan’ kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam.

Menurut Snouck, lapisan pribumi yang berkebudayaan lebih tinggi relatif jauh dari pengaruh Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka. Menurutnya, Islam Indonesia akan mengalami kekalahan akhir melalui asosiasi pemeluk agama ini ke dalam kebudayaan Belanda. Dalam perlombaan bersaing melawan Islam bisa dipastikan bahwa asosiasi kebudayaan yang ditopang oleh pendidikan Barat akan keluar sebagai pemenangnya. Apalagi, jika didukung oleh kristenisasi dan pemanfaatan adat. (hal. 43).

Aqib Suminto mengupas beberapa strategi Snouck Hurgronje dalam menaklukkan Islam di Indonesia: “Terhadap daerah yang Islamnya kuat semacam Aceh misalnya, Snouck Hurgronje tidak merestui dilancarkan kristenisasi. Untuk menghadapi Islam ia cenderung memilih jalan halus, yaitu dengan menyalurkan semangat mereka kearah yang menjauhi agamanya (Islam) melalui asosiasi kebudayaan.” (hal. 24).

Itulah strategi dan taktik penjajah untuk menaklukkan Islam. Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel.

Biasanya, berawal dari perasaan ‘minder’ sebagai Muslim dan silau dengan peradaban Barat, banyak ‘anak didik Snouck’ – langsung atau pun tidak – yang sibuk menyeret Islam ke bawah orbit peradaban Barat. Tentu, sangat ironis, jika ada yang tidak sadar, bahwa yang mereka lakukan adalah merusak Islam, dan pada saat yang sama tetap merasa telah berbuat kebaikan.

Selasa, 11 April 2017

~ Gadis atau Janda, Mana Lebih Utama ~

~ Gadis atau Janda, Mana Lebih Utama ~

sumber gambar: dari sini



sumber gambar: dari sini

Haduh ini judulnya udah provokatif hahaha... maaf ya, ini sekadar meluruskan status FB  saya ini yang saya buat beberapa hari yang lalu yang mungkin pada akhirnya seperti multi tafsir. bahwa saya sedang tidak menyuruh para bapak jika ingin poligami lalu jangan memilih yang muda, biar ngikutin Rasulullah... hehehe..
Status FB saya murni tentang yang mau menikah, janganlah terpaku dengan usia calon istri, karena Rasulullah saja tidak terpaku di bagian itu. untuk lengkapnya kenapa saya membuat status itu, mungkin bisa lihat tulisan saya sebelumnya di sini.
Dari status saya tersebut jadi memanjang ke sebuah mindset yang jamak kita ketahui saat seorang pria memilih jodoh yang masih gadis dan muda. dalam hal ini pasti banyak sekali ustadz yang menukil hadist dari Jabir bin Abdullah,
"Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menemuiku kemudian bersabda, 'Wahai Jabir, apakah engkau telah menikahi seorang perempuan? Saya katakan, "Ya, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Gadis atau Janda?' Saya katakan, 'Janda.' Maka beliau bertanya, 'Mengapa engkau tidak menikahi gadis agar engkau dapat bermain-main dengannya dan dia bermain-main denganmu?'" (HR an Nasai, no.3220)
Kalimat terakhir ituah yang biasanya dijadikan argumentasi para pria untuk mencari pasangan yang masih gadis dan yang biasanya lebih muda. memang tidak ada yang salah. mencari pasangan memang sesuai selera masing-masing, kliknya di mana, dengan yang tipe seperti apa, dengan model macam mana. meski Rasulullah sendiri telah mengajarkan memilih pendamping yang baik itu seperti apa (dan tak ada yang harus muda atau gadis dalam tuntunan tersebut :D).
Nah, yang banyak belum diketahui adalah dalam beberapa riwayat, hadits itu belum selesai.
(lanjutan dari hadits di atas)
"Aku menjawab, 'Aku punya adik-adik perempuan (yang dipelihara karena ayahnya sudah tiada) dan aku tidak ingin menimbulkan persaingan di antara mereka (karena sama-sama masih muda).' Rasulullah berkata, 'Keputusanmu itu lebih baik.'" (HR Ibnu Majah no.1860)
"Maka saya katakan, 'Wahai Rasulullah, saya memiliki beberapa saudara perempuan dan saya khawatir ia akan menjadi penghalang antara diriku dan mereka.' beliau bersabda, "Itulah pilihan yang benar. sesungguhnya, seorang perempuan dinikahi karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya. carilah yang beragama baik maka engkau akan beruntung.'" (HR an NAsai, no.3226)
"Aku menjawab, 'Ya Rasulullah, ayahku syahid dalam Perang Uhud dan meninggalkan sembilan anak yatim, yakni saudara-saudara perempuanku. aku kurang suka menikah dengan gadis seumuran mereka maka aku cari perempuan yang sudah matang agar ia dapat menyisir rambut adik-adikku dan merawat mereka.' Nabi menjawab, 'Kamu telah mengambil pilihan yang benar.'" (HR Bukhari, no.4052)
Ada juga dari HR Muslim, no 715d yang bunyinya sama dengan HR an Nasai, no 3226 di atas.
Dari hadist2 tersebut diperlihatkan bahwa Rasulullah justru memuji pilihan Jabir yang menikahi seorang janda karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki seorang janda, seperti kematangan emosi, kemampuan mengurus rumah tangga, dan kemampuan menjadi teladan.

sumber foto: dari sini

Dalam buku Muslimah Sukses Tanpa Stres dikemukakan alasan mengapa Rasulullah pada awalnya bertanya, “Mengapa engkau tidak menikahi gadis agar engkau dapat bermain-main dengannya dan ia bermain-main denganmu?” Ada dua alas an. Pertama, Nabi ingin menguji pemahaman sahabat Jabir tentang kriteria istri, sebagaimana seorang guru ingin memastikan muridnya memahami ajarannya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari respon Nabi Muhammad terhadap jawaban Jabir, “Itulah pilihan yang benar”, “Kamu telah mengambil pilihan yang benar”, dan sebagainya.
Alasan kedua, karena status Jabir yang masih perjaka. Bila seorang perjaka menikah dengan seorang perawan, keduanya dapat ‘bermain-main’ terlebih dahulu karena keduanya sama-sama belum memiliki pengalaman dalam hubungan suami-istri. Hal ini dapat kita lihat dari kalimat yang digunakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Agar engkau dapat bermain-main dengannya dan ia bermain-main denganmu.” Hadits ini berlaku juga bagi seorang gadis. Lebih diutamakan baginya memilih perjaka ‘agar ia dapat bermain-main’ terlebih dahulu dengan suaminya.
Berlawanan dengan opini-opini tentang anjuran menikahi perawan,—di mana hadist “…hendaknya kalian menikahi gadis perawan, karena mereka lebih bagus pergaulannya, lebih subur rahimnya dan lebih bisa menerima kekurangan.” Ternyata hadits ini adalah hadits hasan, bahkan dinilai dhoifun jiddan oleh syeikh al Albani (sumber: ikhwahmedia.wordpress.com) ini adalah tambahan dari saya, windy—justru terdapat hadits yang memerintahkan kaum Muslimin laki-laki untuk mengurus dan memelihara janda. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan menyamakan kedudukannya laksana seorang mujahid. Bentuk pemeliharaan janda yang paling baik—tanpa menimbulkan fitnah—adalah dengan menikahinya.
“Siapa yang memelihara janda dan orang-orang miskin adalah seperti pahlawan yang berperang di jalan Allah. Atau, laksana shalat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang.” (HR Bukhari, no.5353)
Rasulullah sendiri mencontohkan. Istri-istri yang beliau pilih selalu berstatus janda. Para sahabat mulia juga mengikuti jejak Rasulullah. Setiap ada seorang perempuan menjanda, para sahabat bersegera mengirim utusan untuk meminangnya. Mereka berebut kesempatan untuk memelihara janda, untuk meraih pahala yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
(Muslimah Sukses Tanpa Stres, Bagian 13: Janda atau Perawan, hal.185-187)
Dari uraian tersebut, kita dapati bahwa keduanya memiliki keutamaan masing-masing, tak ada yang lebih utama siapa daripada siapa di antara keduanya. Bahkan Allah berfirman dalam surat at Tahrim ayat 5, yang memperlihatkan kedudukan yang sama antara janda dan perawan di hdapan Allah,
عَسَÙ‰ رَبُّÙ‡ُ Ø¥ِÙ†ْ Ø·َÙ„َّÙ‚َÙƒُÙ†َّ Ø£َÙ†ْ ÙŠُبْدِÙ„َÙ‡ُ Ø£َزْÙˆَاجًا Ø®َÙŠْرًا Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ†َّ Ù…ُسْÙ„ِÙ…َاتٍ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†َاتٍ Ù‚َانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِØ­َاتٍ Ø«َÙŠِّبَاتٍ ÙˆَØ£َبْÙƒَارًا (Ù¥)
“Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”
Jadi bukan siapa lebih utama dari siapa, karena masing-masing memiliki keutamaannya sendiri-sendiri tentu dengan kekurangnnya sendiri-sendiri. Tak perlu ada kecemasan atau keharusan mengikuti statement bahwa Rasulullah lebih menyarankan menikahi gadis/perawan, karena pada kenyataannya keduanya sama-sama utama, tempatkanlah sesuai tempatnya.
foto: dari sini


Bahkan dalam sebuah kesempatan, Doktor Erma Pawitasari mengatakan alasan beliau mengangkat bab ini di bukunya (Muslimah Sukses Tanpa Stres), bahwa beliau ingin kembali mendudukan status janda di tempatnya. Beliau melihat fenomena yang ada saat ini, bahwa status janda itu tidak semulia status gadis perawan, bahkan banyak yang melihat status janda sebagai sebuah status yang buruk dan tidak terhormat. Beliau mengibaratkan seperti dua orang anak, yang satu selalu dieluk-elukan, sementara yang satunya selalu dianaktirikan. Beliau ingin menempatkan kembali si anak yang satu ini di tempatnya. Bahwa keduanya tak ada bedanya. Bahwa keduanya sama-sama memiliki keutamaan.
sekian status panjang ini, mohon maaf lahir dan batin atas kesalahan kata-kata.
#catatanbundy
#belajarlagi
#bundybelajar

sumber foto: dari sini



Yang Lebih Utama

Pada suatu hari saya menemukan postingan seorang adik yang menyentil saya. Menyadarkan bahwa memang tak dipungkiri bahwa lelaki memiliki kriteria sendiri dalam mencari calon istri. Tak mengapa, asalkan masih berpegang pada syariat, agar tetap selamat. Hal ini membuat saya teringat pada suatu ketika ketika mengikuti kajian di AQL. Saat itu sambil menanti ustadz Zaitun, pengisi pengajian malam itu, akhirnya ada sharing dengan ustadz Hasan. ustadz hasan ini dakwahnya sungguh luar biasa, berkeliling dari tempat terpencil satu ke tempat lainnya. menyebarkan nilai-nilai islam di mana2, membangun beberapa masjid padahal beliau bukanlah seorang kaya raya tujuh turunan seperti para pengusaha sukses lainnya, dan banyak hal lainnya yang jujur saja membuat iri jama'ah di sana, salah satunya adalah beliau ini mualaf namun tekadnya berdakwah sangat kuat, masya Allah barakallahu fiik.


saat itu, MC jadi tertarik mengulik kehidupan pribadi ustadz hasan, salah satunya tentang pendamping. jadi saat itu ustadz hasan sudah sering mengisi kajian tentang parenting maunpun rumah tangga. namun beliau merasa ada yang kurang pas karena beliau sendiri belum menikah. beliau merasa hanya bisa bicara tanpa aksi nyata. maka saat itu beliau berdoa dengan sepenuh hati meminta pada Allah untuk dipertemukan dengan jodoh secepatnya, siapa saja, yang penting bersedia mengikuti beliau berdakwah di manapun ditempatkan. Dan saat itu datanglah tawaran menikah dengan akhwat yang lebih tua 5 tahun dari beliau. Karena niat menikahnya adalah untuk berdakwah, maka ustadz hasan langsung mengiyakan tawaran itu.

Dari penuturan ustadz hasan, mc mengatakan pada jamaah, “ini dia penyakit pertama seorang ikhwan dalam mencari pasangan: harus yang lebih muda. Ini ustadz hasan dapat yang lebih tua dari beliau 5 tahun saja nggak masalah!”

Lalu saya juga mulai menyambungkan dengan kisah Rasulullah yang menikah dengan Khadijah yang lebih tua dari Beliau, dan Khadijahlah wanita yang sangat beliau sayang, yang memiliki satu-satunya tempat special di hati Rasulullah. Padahal Khadijah bukanlah gadis belia yang menurut banyak pendapat merupakn pilihan yang utama dalam memilih seorang istri.

Dari sini pun saya melihat bahwa ada sesuatu yang sungguh harus diluruskan di masyarakat kita. Mengenai memilih istri. Bukan gadis atau janda, namun memang lihat dari akhlak, ketaqwaan, keimanan kepada Allah, itu yang selamat. Karena banyak yang gadis, lebih muda, namun tidak perawan (kalau mau membicarakan perawan). Banyak yang masih gadis tapi tidak mampu menjaga kehormatannya. Yang dengan mudah dipegang kapan saja, bahkan diajak ‘ngamar’ sama siapa saja, na’udzubillah.

Sementara itu ada banyak sekali wanita yang sudah menikah namun akhirnya berpisah (janda atau saya biasa menyebut re-single) yang justru lebih enjaga kehormatannya. Meski ia sudah pernah merasakan bagaimana sentuhan lelaki, namun tak lantas mengobral diri. Ia masih bisa menjaga kemuliaannya sebagai wanita. Seperti yang Khadijah lakukan hingga ia mendapatkan gelar ath Thahirah (yang mampu menjaga kesuciannya) karena mampu dengan sangat baik menjaga diri dan kesuciannya. Hanya yang berhak menyentuhnyalah yang boleh menyentuhnya. Masya Allah…


Bahkan dalam quran surat at Tahrim:5 Allah menyebutkan kata-kata ‘yang janda dan yang perawan’ sebagai bentuk penjelasan bahwa taka da yang lebih utama di antara keduanya. Karena yang membedakan adalah ketaqwaan di hadapan Allah.
gambar didapat dari sini muslim couple

Minggu, 25 September 2016

Kepingan

Aza terlihat cantik sekali hari ini. Senyum yang tersemat di bibirnya sama persis dengan senyummu, Bang. Mengingatkanku akan senyum yang selalu bisa melelehkan penatku setelah suntuk seharian bekerja. Aza terlihat sangat bahagia menyalami semua orang di hari bahagianya ini. Di sampingnya adalah seorang lelaki yang aku tahu persis pasti akan sangat kau cemburui karena bisa menggandengnya. Bukankah kau yang selalu mengatakan bahwa satu-satunya lelaki yang boleh menggandeng Aza adalah dirimu. Ah, sayang sekali kau keliru.
Mandavela yang melengkung indah menghiasi setiap sudut taman belakang rumah kita. Menemani tetamu yang sedang asik bercengkrama saling melempar senyum dan canda. Di hari ini semua tampak berkilau, terpapar sinaran dari Aza. Sesiapapun yang melihat binar matanya dan lengkung senyumnya akan pula ikut terbawa rasa suka cita yang sama. Ah, Aza, malaikat kecil kita sudah tumbuh menjadi bunga yang mekar di taman hati setiap orang.
Masih aku ingat persis bagaimana dia menangis ketika terjatuh dari sepeda merah mudanya saat pertama kali ia belajar sepeda denganmu, Bang. Aza yang berurai air mata karena lututnya terluka, kau dekap dengan lembut,
“Jangan menangis wahai cahaya mataku. Sakitmu tak akan seberapa dibandingkan dengan apa yang kelak kau dapatkan ketika kau bisa bersepeda. Bepergian, menjelajah bersama angina, membiarkan rambut ikal hitammu dimain-mainkan dengan gelombangnya.”
Dan seketika itu, Aza kembali tersenyum. Senyum yang sama dengan senyummu. Senyum yang sama seperti tujuh tahun lalu, saat ia tidak berhasil mendapatkan posisi yang dia inginkan di kampusnya karena kabar burung yang disebarkan oleh rekannya. Aku juga masih mengingat bagimana Aza kembali merangkai senyum yang telah sirna selama beberpa hari dari wajah mayangnya.
“Jangan menangis wahai cahaya mataku. Meski engkau terjerembab dalam kepiluan, hadapilah kenyataan. Biarlah engkau sebagaimana adanya. Kelak aka nada waktu yang tepat untukmu menunjukkan kemilaumu.”
Dan benar saja, setelah semangat itu terpompa kembali yang dipancarkan di wajah oval hitam manisnya, dua hari kemudian ia membawa kabar bahwa ia menjadi salah satu mahasiswa yang mendapatkan kesempatan short course di Jepang dari kampusnya. Ia berpikir, seandainya kemarin ia mendapatkan posisi yang ia inginkan tak mungkin ia bisa berkonsentrasi pada ujian short course itu.
Ia kembali mendapatkan senyumnya, dan itu karenamu, Bang. Papa nomor satu di dunia! Yang bukan saja mengukir senyum untuk diri sendiri, namun justru mengukir senyum buah hatimu untuk senyummu.
Aza adalah sosok wanita mandiri yang penuh kepercayaan diri. Dan ia mendapatkan itu bukan dariku, Bang, tapi justru darimu. Melalui kedekatanmu dengannya, pengertian-pengertian yang kau berikan. Ia merasakan bahwa dirinya berharga. Bahwa ia diterima. Bahwa ia disayangi. Itu yang membuat dia nyaman dengan dirinya dan pada akhirnya nyaman dengan lingkungannya.
Aza, gadis kecil yang awalnya tertutup karena sering sekali diejek mengenai warna kulitnya, kini tumbuh bagaikan seorang putri yang bersinar. Yang sinarnya mampu memancarkan sinaran lain dari diri orang lain. Meski berkali-kali aku memompakan rasa optimis itu pada Aza, mengingat diriku pun sama sepertinya, ia tetap tak bisa begitu saja menerimanya. Aza menolak keluar dari rumah untuk bermain bersama teman-temannya selama beberpa hari.
Dan kau, lagi-lagi kau, Bang, yang mampu mengantarkannya pada tahtanya. Kau tak banyak berkata, namun memperlihatkan betapa kau mencintaiku. Kau memperlihatkan bahwa penerimaan atas sosok bukanlah karena kulit, namun apa yang ada di dalamnya, hati. Kau mengajarkan hal itu, melalui caramu memperlakukanku, dari caramu menghormatiku, dari caramu membuatku nyaman.
Aza melingkarkan lengannya di lengan kukuh seorang pria yang tampak sangat menyayanginya. Seperti melihatmu memperlakukanku sejak awal pernikahan kita, Bang. Aza begitu nyaman berada di dekat pria sainganmu itu, Bang! Ah, tak bisa dilukiskan seperti apa arti tatapan Aza pada pria itu dan seperti bagaimana pria itu terlihat begitu berbahagia menjadi yang dipercaya oleh Aza sebagai pendampingnya. Tak ada air mata duka di antara mereka, Bang, sama seperti yang selama ini coba kau beri pada Aza.
Kau memang tak selalu membuat Aza tersenyum, namun bukan pula kau membuat Aza bersedih tak menentu. Kau, dengan caramu, mengajari Aza untuk menghargai dirinya. Mengerem keinginannya yang sangat bertolak belakang dengan kebanyakan remaja seuisianya.
Malam itu, ketika Aza dijemput oleh seorang lelaki tak kau kenal. Dengan tatapan tegas dan suara berat, kau meminta Aza masuk ke kamar. Aza tak bisa menerimanya, aku tahu itu. Ia tak melawanmu dengan kata-kata apalagi teriakan, ia hanya meneteskan air mata. Pertama kalinya ia mengalami penolakan yang cukup kerasa darimu. Aku bisa memakluminya.
Lalu hari Minggu tiba, setelah semalamnya penolakan itu ia terima. Kau mendekatinya yang sedang berbaring di hammocknya di halaman belakang. Kau berdehem pelan saat itu, yang ditanggapi dingin oleh Aza. Kikuk di antara kalian. Lalu sebuah lelucon konyol kau luncurkan, membuat Aza susah menahan tawanya,
“Aku masih tetap benci Papa!” ujarnya setelah mati-matian menahan tawa.
Kau terdiam, sambil menyodorkan sebuah bungkusan. Aku sendiri tak tahu kalau kau menyiapkan sesuatu untuknya. Kau memang penuh teka-teki indah, Bang.
Aza terdiam, menerima bingkisan itu dan perlahan membukanya. Sebuah buku harian bersampul kulit coklat, buku yang hingga kini selalu ia bawa ke mana-mana, ‘Serasa ada sama Papa’ begitu katanya suat kali.
“Maaf, kala itu papa membuat senyum orang yang papa cinta mengerucut. Meski papa memohon tapi ternyata aliran waktu begitu cepat, tak bisa berhenti. Mengalir hingga tak berjarak. Anak papa yang tadinya selalu papa gendong ke mana pergi, sekarang sudah menjadi gadis remaja yang punya dunia yang berbeda, yang tidak ada papa di dalamnya. Cukup berat menerima itu, Za. Papa minta maaf jika Aza kurang nyaman dengan sikap papa semalam. Papa hanya ingin Aza tau, Aza berharga. Aza adalah berlian papa, tak mungkin papa memberikannya pada sembarang orang. Hanya orang terpilih yang papa izinkan untuk papa titipkan Aza.”
Panjang sekali percakapan kalian kala itu. Namun selepas hari itu, Aza berubah. Ia tetap dengan sosoknya yang periang, yang tak bisa diam, yang selalu ingin tahu, namun ia jauh lebih melibatkan kita untuk selalu mengetahui apa saja yang ia kerjakan. Bang, kau memang motivator nomor satu, yang menunjukkan cinta bukan hanya melalui kata-kata, namun perbuatan nyata.
Tetamu menyelamati Aza, mendoakan dengan berbagai kebaikan. Aza mengamini satu persatu doa mereka, pun denganku. Aza, cahaya matamu, Bang, tumbuh menjadi gadis penuh pesona. Bukan karena rupa, Bang, namun karena keluasan hatinya yang seperti samudera.
Seperti samudera yang ia seberangi ketika mendapatkan beasiswa masternya di negeri eropa. Dengan penuh air mata Aza memelukmu erat, tergugu ia tak ingin melepaskan pelukan itu. Namun kata-katamu menjadi pemompa semangatnya saat itu, hingga kini.
“Wahai kepingan papa, bagian hidup papa, jadilah tangguh. Kepakkan sayapmu. Jangan kau berpaling kembali. Lintasilah samudera luas. Papa harap beribu cahaya akan menerangimu setiap waktu. Pergilah, Aza, temukan mimpimu di sana, dan persembahkan yang terbaik untuk papa, untuk penciptamu dan papa.”
Ah, air mata ini tidak bisa kubendung, Bang. Kenangan yang meluap di lenganku ini
layaknya takkan bisa mongering. Ingin rasanya mengganti waktu jadi malam dalam indahnya mimpi dan memelukmu kembali. Bersama putri kita menjalani hidup bersama. Seperti dulu.
Ya, Aza kini sudah menemukan kepingannya yang lain, selain dirimu, selain aku, selain kita. Aza berada di dalam perlindungan seorang lelaki yang tepat, yang dapat membuatnya nyaman, membuatnya lebih baik tanpa merasa takut kehilangan kejatiannya. Seseorang yang juga melihatnya sebagai cahaya matanya. Aza, bunga itu, telah berkemabng sempurna. Persis seperti yang kau katakana ketika kita menemukannya dua puluh lima tahun yang lalu di depan pintu rumah kita.
“Dinda, ini adalah jawaban Tuhan atas siang malam doa kita. Percayalah pada Tuhan, bukan padaku. Tajamkan penglihatanmu! Di sisimu nanti, sekuntum bunga terlahir kembali. Bergoyang di bawah benderangnya cahaya mentari menyibak dedaunan dan bunga itu adalah bayi manis ini, Azalea.”
Dan kau buktikan semua ucapanmu dua puluh lima tahun yang lalu. Kau yang membuat sebuah bunga terlahir kembali. Kau yang menyemai bibit kasih sayang di dalam hamparan tanah lapangnya. Kau yang seorang yatim piatu namun mampu memberikan kasih sayang yang jauh lebih utuh daripada aku yang hidup dalam kehangatan sebuah keluarga.
Akan selalu kujaga Aza untukmu, untuk Pencipta kita. Terimakasaih sudah menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk mengajariku semua hal indah dalam kehidupan ini, Bang.
Watashi no kakera yo…

~Windy, 260916~

Ps: untuk kepingan bunda, Ozora, selamat hari lahir, nak.. berbahagialah dalam hidupmu bersama penjagaan terbaik Rabbmu untukmu dan orang-orang yang mencitaimu. Barakallahu fii umrik, shalih…




Saya menulis cerita ini terinspirasi dari lirik lagu grup band Jepang, L’arc en Ciel yang judulnya Pieces. Lagu ini sangat manis. Konon diciptakan oleh Hyde (sang vokalis) sambil membayangkan anak perempuannya kelak menikah dan meninggalkannya. Video klipnya ternyat cukup menguras air mata, tapi sayang saya tidak bida mendapatkan yang utuh, hanya potongan video klipnya saja.

Di bawah ini ada lirik lagu Pieces berikut artinya dalam bahasa Indonesia.

Pieces by L’Arc~en~Ciel

nakanaide nakanaide taisetsu na hitomi yo  
kanashi sa ni tsumatsu itemo shinjitsu wo mite itene  
sono mama no anata de ite
Jangan menangis, jangan menangis wahai cahaya mataku
Meski kau terjerembab dalam kepiluan, hadapilah kenyataan
biarlah engkau tetap sebagaimana adanya

daisuki na sono egao kumorasete gomen ne  
inottemo toki no nagare hayasugite  
tooku made nagasareta kara modorenakute  
Maaf, kala itu kubuat senyummu yang kucinta mengerucut
Meski kumohonkan, tetapi aliran waktu begitu cepat
tak bisa terhenti, mengalir hingga jauh tak berjarak
                                                  
aa odayaka na kagayaki ni irodorare  
saigetsu ha yoru wo yume ni kaerumitai dakara  
Ah, diwarnai damainya cahaya gemerlap
karenanya kuingin mengganti waktu jadi malam dalam indahnya mimpi

me wo korashite saa! 
anata no sugu soba ni mata atarashii hana ga umarete  
komorebi no naka de azayaka ni yureteru  
Tajamkan penglihatanmu!
Di sisimu nanti, sekuntum bunga terlahir kembali
Bergoyang di bawah benderangnya cahaya mentari menyibak dedaunan

itsumademo mimamotte agetai kedo  
mou daijyoubu yasashii sono te wo
matteru hito ga irukara  kao wo agete  
Meski kuingin mempertahankanmu hingga kapanpun
kini kupahami seseorang telah menanti
'tuk menggenggam tanganmu dengan lembut
tengadahkan wajahmu!

ne toii hi ni koi wo shita ano hito mo  
urarakana kono kisetsu wo aisuru hito to ima  
kanjiteru ka na?  
akankah dia yang kukasihi sekian waktu lalu
kini, bersama kekasih barunya
merasakan cerahnya musimku?

aa watashi no kakera yo  
chikara tsuyoku habataite yuke  
furikaeranaide hiroi umi wo koete  
takusan no hikari ga itsumo hi ni mo arimasu youni  
anata ga iru kara kono inochi ha eien ni tsudzuite yuku  
Ah… wahai kepinganku
jadilah tangguh, kepakkan sayapmu
jangan kau berpaling kembali, lintasilah  samudera luas
kuharap beribu cahaya akan menerangimu setiap waktu
karena kau ada di sini, hidupku pun berlanjut dalam keabadian
                                     
aa ryoute ni afuresouna  
omoidetachi karenai you ni  
yukkuri ashita wo atsumete yuku kara  
Ah… kenangan yang meluap di lenganku ini
layaknya takkan bisa mengering
karenanya rangkumlah esok yang tiba dengan lambat
                      
watashi no kakera yo  
chikara tsuyoku habataite yuke  
furikaeranide hiroi umi wo koete! 
Ah… wahai kepinganku
jadilah tangguh, kepakkan sayapmu

jangan berpaling kembali, lintasilah samudera luas!

saya dapat terjemahannya dari larukupedia
kalau ada yang penasaran dengn lagunya silakan klik link berikut: Pieces

mohon maaf kalau banyak kesalahan kata atau nggak nyambung.. nulisnya cuma satu jam dan pake acara ngantuk pula heheheh... demi oz, kepingan bunda ^.^