Di komplek perumahan saya yang memang perumahan Islam, saya
melihat bahwa ternyata Islam sendiri memiliki keanekaragaman. Misalnya dalam
mengaplikasikan Islam dalam kehidupan sehari-hari dan dalam cara mencari ilmu.
Dalam mengaplikasikan nilai keislaman di kehidupan
sehari-hari. Ada tetangga saya yang merasa saat ini sudah cukup menutup diri
dengan hanya memakai pakaian yang menutup tubuh dan tidak longgar, sementara ia
memperbaiki hati dan sesekali menggunakan kerudung ketika ada acara arisan atau
pengajian di musholah. Sedangkan ada yang memutuskan untuk menggunakan kerudung
dan baju yang menutup aurat meski tidak selalu longgar seperti baju
gamis—sepertinya saya termasuk bagian yang ini. Dan ada pula yang dengan
anggunnya mengulurkan kerudung sampai di bawah dada dan berbaju longgar dalam
setiap saat.
Sedangkan dalam cara mencari ilmu, ternyata ada yang
mempelajarinya melalui kajian-kajian umum yang biasa disebut majelis taklim
atau pengajian mingguan atau bulanan, ada yang mempelajarinya melalui pengajian
khusus yang berkelompok atau yang biasa disebut dengan halaqoh atau liqoat, ada
yang juga melalui sharing seperti mempelajari Islam melalui diskusi kelompok di
BBM grup—di komplek perumahan saya para ibu membuat grup BBM dan memang sering
mengadakan diskusi apa saja termasuk diskusi keislaman.
Nah, di antara para warga, ada seorang ibu yang saya tahu
beliau adalah salah satu muslimah yang sangat menjaga
nilai-nilai Islam dalam setiap sisi hidupnya. Saya mengenalnya sebagai bagian
orang-orang shalih yang mengamalkan syariat Islam sesuai dengan tuntunan qur’an
dan sunah. Begitupula dengan suaminya.
Dari segi berpakaian, jilbab beliau sempurna,
tak pernah berhias, tak pernah berpakaian 'seadanya'. Dan dahsyatnya, beliau
seperti memiliki imunitas dalam dirinya untuk tidak tergiur dengan trend mode
jaman sekarang yang memang banyak sekali pilihan untuk berbusana bagi kaum
wanita. Beliau dengan keanggunannya sendiri, berhasil membawa identitasnya
untuk diterima dengan utuh di tengah masyarakat bahkan orang tua murid di
sekolah.
Saya jadi teringat ketika beliau dengan jilbab
dan gamis yang anggun, menghadiri acara tahunan sekolah anak bungsunya,
kebetulan anak kami satu sekolah. Ya, beliau tetap menggunakan jilbab dan
gamis, seperti kesehariannya, dan tanpa polesan make up, kecuali bedak
seadanya. Meski sederhana, tapi saya tahu memang kualitas jilbab dan gamis
beliau adalah kualitas butik, namun sepertinya ‘kualitas butik’ itu tidak
‘menyakiti’ atau membuat orang lain merasa rendah diri kala berdampingan dengan
beliau.
Bukan hanya itu yang saya hormati dari beliau,
beliau juga pandai membawa diri dalam pergaulan masyarakat. Tidak memilih dalam
bergaul, tidak eksklusif terhadap suatu golongan tertentu—padahal biasanya saya
mendapati orang-orang seperti beliau lebih banyak dekat dengan komunitas yang
sejalan, dan tentu saja sangat rendah hati.
Ketika saya baru pindah dulu, beliau selalu
mengajak ikut kajian di tempatnya, menanyakan kabar, menawarkan bantuan, dan
hal-hal baik itu tetap beliau lakukan hingga sekarang, benar-benar bukan sebuah
modus untuk memikat tetangga baru atau hanya topeng agar dihormati oleh yang
lebih junior. Beliau benar-benar tulus.
Saya jadi kembali teringat ketika saya pernah
menjemput kedua anak saya menggunakan motor. Dengan kain gendong model kanguru
saya membawa anak kedua saya di depan, sementara anak sulung saya berpegang
erat di belakang. Dengan tergopoh-gopoh, beliau turun dari Honda Jazz
silvernya. Saya ingat sekali kalimat beliau,
“Sayang, ikut tante aja, yuk. Mamanya kasian
tuh, gendong adik juga. Yuk sama tante di mobil, kan ada kakak—anaknya—di
mobil.”
Tidak ada sama sekali indikasi sekadar ramah
tamah atau basa basi dari beliau. Hanya sebuah pertolongan tulus dari seorang
tetangga. Bahkan beliau mengatakan, bahwa kalau memang repot, biar beliau saja
yang menjemput kedua anak saya. Subhanallah.
Beliau juga sangat guyub. Dalam pengajian
bulanan, kalau tidak sedang sakit, beliau pasti hadir. Ketika ada tetangga yang
kena musibah, beliau pasti ada. Dan ketika sedang kumpul-kumpul misalnya dalam
acara arisan warga atau sarapan bersama, beliau juga aktif turut serta. Tak ada
batas, tak ada intervensi, tak ada pilah-pilih.
Ketika bertemu dengan seorang tetangga yang
lain, dengan hangat beliau langsung menyapa. Menanyakan kabar anak-anaknya yang
tidak dibawa serta. Atau dengan sigap memberikan bantuan apapun yang beliau
bisa.
Membicarakan orang lain? Wah, beliau mah bukan
ahlinya alias ga pernah heheheh. Sekali-sekalinya beliau membicarakan orang
lain, beliau hanya menjelaskan bahwa bu ini adalah istri pak ini, memiliki anak
si ini dan ini, itupun ketika saya baru pindah dan menanyakan siapa saja warga
yang lebih dulu tinggal :D.
Dan satu lagi poin istimewa yang saya
garisbawahi dari beliau adalah sikap bertanggung jawab dan penuh pengabdian
pada keluarga. Meski suaminya adalah salah satu komisaris perusahaan obat
terkenal, beliau tetap melakukan tugas-tugas rumah tangga seorang diri. Pernah
suatu saat beliau memakai jasa ART, ketika beliau masih aktif bekerja dan
anak-anak masih kecil, itupun ART yang pergi-pulang. Selebihnya sampai saat ini
semua beliau kerjakan sendiri. Subhanallah.
rumah yang saya nilai cukup sederhana bagi keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup jauh di atas ratarata seperti keluarga sang muslimah |