Sabtu, 09 November 2013

sosok yang baik di mata saya

Di komplek perumahan saya yang memang perumahan Islam, saya melihat bahwa ternyata Islam sendiri memiliki keanekaragaman. Misalnya dalam mengaplikasikan Islam dalam kehidupan sehari-hari dan dalam cara mencari ilmu.
Dalam mengaplikasikan nilai keislaman di kehidupan sehari-hari. Ada tetangga saya yang merasa saat ini sudah cukup menutup diri dengan hanya memakai pakaian yang menutup tubuh dan tidak longgar, sementara ia memperbaiki hati dan sesekali menggunakan kerudung ketika ada acara arisan atau pengajian di musholah. Sedangkan ada yang memutuskan untuk menggunakan kerudung dan baju yang menutup aurat meski tidak selalu longgar seperti baju gamis—sepertinya saya termasuk bagian yang ini. Dan ada pula yang dengan anggunnya mengulurkan kerudung sampai di bawah dada dan berbaju longgar dalam setiap saat.
Sedangkan dalam cara mencari ilmu, ternyata ada yang mempelajarinya melalui kajian-kajian umum yang biasa disebut majelis taklim atau pengajian mingguan atau bulanan, ada yang mempelajarinya melalui pengajian khusus yang berkelompok atau yang biasa disebut dengan halaqoh atau liqoat, ada yang juga melalui sharing seperti mempelajari Islam melalui diskusi kelompok di BBM grup—di komplek perumahan saya para ibu membuat grup BBM dan memang sering mengadakan diskusi apa saja termasuk diskusi keislaman.
Nah, di antara para warga, ada seorang ibu yang saya tahu beliau adalah salah satu muslimah yang sangat menjaga nilai-nilai Islam dalam setiap sisi hidupnya. Saya mengenalnya sebagai bagian orang-orang shalih yang mengamalkan syariat Islam sesuai dengan tuntunan qur’an dan sunah. Begitupula dengan suaminya.
Dari segi berpakaian, jilbab beliau sempurna, tak pernah berhias, tak pernah berpakaian 'seadanya'. Dan dahsyatnya, beliau seperti memiliki imunitas dalam dirinya untuk tidak tergiur dengan trend mode jaman sekarang yang memang banyak sekali pilihan untuk berbusana bagi kaum wanita. Beliau dengan keanggunannya sendiri, berhasil membawa identitasnya untuk diterima dengan utuh di tengah masyarakat bahkan orang tua murid di sekolah.
Saya jadi teringat ketika beliau dengan jilbab dan gamis yang anggun, menghadiri acara tahunan sekolah anak bungsunya, kebetulan anak kami satu sekolah. Ya, beliau tetap menggunakan jilbab dan gamis, seperti kesehariannya, dan tanpa polesan make up, kecuali bedak seadanya. Meski sederhana, tapi saya tahu memang kualitas jilbab dan gamis beliau adalah kualitas butik, namun sepertinya ‘kualitas butik’ itu tidak ‘menyakiti’ atau membuat orang lain merasa rendah diri kala berdampingan dengan beliau.  
Bukan hanya itu yang saya hormati dari beliau, beliau juga pandai membawa diri dalam pergaulan masyarakat. Tidak memilih dalam bergaul, tidak eksklusif terhadap suatu golongan tertentu—padahal biasanya saya mendapati orang-orang seperti beliau lebih banyak dekat dengan komunitas yang sejalan, dan tentu saja sangat rendah hati.
Ketika saya baru pindah dulu, beliau selalu mengajak ikut kajian di tempatnya, menanyakan kabar, menawarkan bantuan, dan hal-hal baik itu tetap beliau lakukan hingga sekarang, benar-benar bukan sebuah modus untuk memikat tetangga baru atau hanya topeng agar dihormati oleh yang lebih junior. Beliau benar-benar tulus.
Saya jadi kembali teringat ketika saya pernah menjemput kedua anak saya menggunakan motor. Dengan kain gendong model kanguru saya membawa anak kedua saya di depan, sementara anak sulung saya berpegang erat di belakang. Dengan tergopoh-gopoh, beliau turun dari Honda Jazz silvernya. Saya ingat sekali kalimat beliau,
“Sayang, ikut tante aja, yuk. Mamanya kasian tuh, gendong adik juga. Yuk sama tante di mobil, kan ada kakak—anaknya—di mobil.”
Tidak ada sama sekali indikasi sekadar ramah tamah atau basa basi dari beliau. Hanya sebuah pertolongan tulus dari seorang tetangga. Bahkan beliau mengatakan, bahwa kalau memang repot, biar beliau saja yang menjemput kedua anak saya. Subhanallah.
Beliau juga sangat guyub. Dalam pengajian bulanan, kalau tidak sedang sakit, beliau pasti hadir. Ketika ada tetangga yang kena musibah, beliau pasti ada. Dan ketika sedang kumpul-kumpul misalnya dalam acara arisan warga atau sarapan bersama, beliau juga aktif turut serta. Tak ada batas, tak ada intervensi, tak ada pilah-pilih.
Ketika bertemu dengan seorang tetangga yang lain, dengan hangat beliau langsung menyapa. Menanyakan kabar anak-anaknya yang tidak dibawa serta. Atau dengan sigap memberikan bantuan apapun yang beliau bisa.
Membicarakan orang lain? Wah, beliau mah bukan ahlinya alias ga pernah heheheh. Sekali-sekalinya beliau membicarakan orang lain, beliau hanya menjelaskan bahwa bu ini adalah istri pak ini, memiliki anak si ini dan ini, itupun ketika saya baru pindah dan menanyakan siapa saja warga yang lebih dulu tinggal :D.
Dan satu lagi poin istimewa yang saya garisbawahi dari beliau adalah sikap bertanggung jawab dan penuh pengabdian pada keluarga. Meski suaminya adalah salah satu komisaris perusahaan obat terkenal, beliau tetap melakukan tugas-tugas rumah tangga seorang diri. Pernah suatu saat beliau memakai jasa ART, ketika beliau masih aktif bekerja dan anak-anak masih kecil, itupun ART yang pergi-pulang. Selebihnya sampai saat ini semua beliau kerjakan sendiri. Subhanallah.
rumah yang saya nilai cukup sederhana bagi keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup jauh di atas ratarata seperti keluarga sang muslimah
Meski saya tahu beliau bukanlah wanita yang sempurna, tapi menurut saya beliau adalah salah satu sosok muslimah ideal yang sangat patut saya contoh. Baik dari tanggung jawabnya terhadap keluarga, keistiqomahannya menjalankan perintah Allah, dan juga cara bergaulnya dengan masyarakat.