Selasa, 17 September 2013

pernikahan (adalah perjuangan bersama karena Allah)

Sejak awal sebelum menikah...
Kami berjuang..
Mendapatkan restu dari orang tua kami..
Tak mudah, karena kami berdua masih di bangku kuliah dan belum memiliki pekerjaan tetap, tapi suami sudah memulai usahanya...

Ketika akhirnya sudah resmi menikah,
Kami juga masih berjuang...
Sangat tidak mudah menjadi pasangan muda dengan beban rumah tangga dan kuliah kami berdua...
Jangankan memikirkan bulan madu ke berbagai kota di mancanegara atau luar daerah, untuk pergi ke dufan saja kami mengumpulkan uangnya selama sebulan. Dan setelah uang terkumpul, malah tidak jadi karena sayang melihat uang sebanyak itu untuk dipakai tamasya berdua...
Alhamdulillah Allah selalu memberi jalan...
Jadi teringat bagaimana kami harus menginap di warnet untuk menyelesaikan skripsi, karena tak memiliki komputer apalagi laptop :')

Saat menanti proses persalinan..
Kami juga masih berjuang
Berpikir bagaimana mendapatkan uang untuk persalinan dan biaya ini itu nantinya..
Alhamdulillah, Allah selalu membukakan jalan...

Saat memiliki anak pertama pun kami masih berjuang,
Selain sisi ekonomi yang belum nyaman, masih diharuskan menepati janji menyelesaikan kuliah...
Ah, jadi ingat, untuk membeli breasthpump saja (meski manual) kami berpikir berkali-kali, membandingkan harga2 dari toko ke toko..

Saat anak kedua akan lahir,
Kami juga masih berjuang...
Kini tak dari sisi ekonomi, namun dari sisi lainnya
Dan perjuangan itu panjang...
Sangat pnjang dan melelahkan...

Dan hingga hari ini pun kami masih terus berjuang
Mungkin tidak sekeras orang lain di luar sana,
Namun kami yakin kami dapat melaluinya dengan perjuangan yang sama kerasnya...

Dan esok, saya yakin, kami masih terus berjuang...
Karena hidup memang serangkaian perjuangan.
Kelak, ketika rangkaian perjuangan itu sudah terselesaikan, Allah akan nenepuk kami seolah berkata, "waktunya pulang"...




sebuah kenangan manis :)

memang belum setahun saat itu...
kami mengontrak di rumah petakan di daerah kukusan
rumah kecil, namun bagi kami yang saat itu masih mahasiswa, rumah itu sudah lebih dari cukup
dan memang uang yang kami dapat dari menjual barang2 berharga kami saat itu hanya mampu untuk menyewa rumah itu dan membeli sebuah lemari kecil dan beberapa peralatan rumah tangga lainnya...
alhamdulillah

saya ingat, rumah kontrakan kami memiliki pagar berwarna hijau, agak tinggi dari jalan, sehingga sulit bagi saya mengeluarkan dan memasukkan motor...
namun rumah kami sempurna...
ruang tamu merangkap ruang keluarga yang super kecil itu kami hiasi dengan karpet, kami letakkan rak buku kecil, tak ada kursi apalagi sofa mewah empuk untuk menjamu tamu...

ada dua buah kamar
kami memakai satu kamar untuk kamar tidur,
sedang kamar yang lain untuk tempat berbagai barang yang saat itu memang tak ada media yang menampung (lemari kami terlampau kecil untuk menampung baju kami berdua, tas-tas, buku-buku kuliah, dan benda lain tak ada tempatnya)...

namun kami bahagia, sangat bahagia...
itu adalah langkah pertama kami untuk mendewasakan diri,
untuk memulai hidup baru kami sebagai sepasang suami-istri

dan ketika itu mungkin karena kelelahan mengurus rumah, merawat suami, kuliah, dan masih berorganisasi, saya tetiba demam..

suami saya menjemput saya di kampus
membawa saya pulang dan merawat saya dengan sangat baik
sangat baik menurut saya, karena saya tahu, suami saya bahkan tidak terbiasa merawat dirinya sendiri seperti itu..
subhanallah...

di antara kesadaran yang semakn menipis, saya teringat kalimat suami saya yang sangat panik kala itu,
"masyaallah, badannya panas sekali. udah makan? mau mas bikinin makanan? atau mas beliin makanan?"
saya hanya menceracau tidak jelas, karena panas yang semakin tinggi...
lalu saya memejamkan mata, entah tertidur atau pingsan saya tidak sadar,
begitu saya membuka mata, suami saya sudah duduk di samping tempat tidur kami, memegang tangan saya...

sambil tersenyum ia berkata, "mau mas suapin makanan? mas tadi beli bubur, khawatir belum bisa ngunyah. makan ya, sedikit aja."
saya menangis, sangat terharu melihat seseorang yang baru saya kenal setengah tahun (semenjak perkenalan sampai menikah), begitu mempedulikan saya.
saya makan, disuapi olehnya. lalu kembali tertidur.

setelah saya bangun dan hendak menyelesaikan tugas yang lain,
saya ingat rumah belum dipel, cucian masih direndam, dan cucian piring masih tersisa sejak kemarin...
tetiba suami saya datang, melarang saya mengerjakan apapun,
saya lihat tangannya basah, ternyata ia baru selesai mengepel rumah dan sebelumnya sudah mencuci dan menjemurkan pakaian kami...

air mata saya hadir tanpa diundang...

betapa tidak,
saya tahu, suami saya bukan tipe yang mau mengerjakan tugas-tugas seperti ini
bahkan menurut teman-temannya, pakaiannya yang kotor suka ia buang karena tahu-tahu sudah berjamur karena lama tidak dilaundry...

sangat bertolak belakang dengan sifatnya,
apakah ini yang disebut sayang?
atau bertanggung jawab?

namun sejak saat itu, saya mengukir janji bahwa saya memang harus melayaninya sebaik mungkin

meski kami tak selalu harmonis, bahkan ketika beberapa tahun belakangan,
kami tak luput dari salah,
ternyata Allah masih memberi kami kesempatan untuk memperbaiki diri...
untuk sama-sama memenuhi janji yang sudah diucapkan--dan yang tidak diucapkan langsung--melalui pernikahan kami,
melalui janji kami langsung pada pencipta kami...

janji pada manusia saja harus dipenuhi,
apalagi janji pada pencipta kita...






untuk anak pertama bunda yang sangat dewasa, Muhammad Ikhlas Putrabuana

tanggal ini (31 juli), di waktu ini (12.29), tepat 5 tahun lalu (2008), kau lahir, nak...
setelah dua jam sebelumnya bunda harus dioper dari tempat bidan menuju rumah sakit...
dengan rute yang melewati kemacetan, perut yang kontraksinya sudah setengah menit sekali, perjalanan sekitar setengah jam itu terasa lama sekali...
sudah bukaan sepuluh, semenjak 4 malam sebelumnya bunda menanti hadirmu, tapi kau tak kunjung hadir, tak kunjung lahir...
minggu malam setelah merasakan kontraksi setengah jam sekali, kami menuju bidan yang sudah kami putuskan akan menemani kami menyambut kehadiranmu.
"baru bukaan 1 kok bu."
bidan berkata saat itu...
tapi kontraksi semakin sering, sampai akhirnya ketika dini hari kami memutuskan untuk bermalam di bidan tersebut.
detik berbuah menit, menit berbuah jam, jam akhirnya berbuah hari...
namun dari bukaan pertama sampai bukaan berikut-berikutnya berjalan sangat lama, padahal sudah diinduksi, nak..
tak terbayangkan betapa dahsyat rasanya, baru sekejap memejamkan mata, tak lama rasa sakit itu datang tanpa diminta...
hingga bukaan lengkap itu akhirnya terjadi juga, bunda dan ayah harus menunggu 3 hari lamanya, alhamdulillah...

akhirnya pukul 5 subuh bunda masuk ruang persalinan di bidan tersebut.
berharap kau segera meluncur untuk menggetarkan bumi Allah dengan syahadat pertamamu...
tapi sampai jam 9 pagi, setelah beberapa kali bidan dan timnya memandu untuk mengejan, kau tak kunjung datang.
pemeriksaan dalam kembali.
ternyata kau malah menjauh dari jalan lahir

bunda tetap berdoa untuk yang terbaik,
melafalkan dzikir yang bunda ingat,
bunda yakin, bunda masih memiliki cukup tenaga untuk membuka jalanmu ke dunia...

tapi setelah diskusi beberapa saat dan akhirnya menelpon dokter yang memang bekerja sama dengan sang bidan,
maka diputuskan untuk membawa bunda ke rumah sakit,
jalan operasi sesar pun diambil...

lalu dimulailah perjalanan 30 menit itu...
ayah menyetir dalam kondisi yang tak menentu,
bunda ditemani seorang petugas medis yang membawa infus, berada di kursi tengah.
sedangkan eyang ti dan nenek uyutmu yang saat itu juga ikut menemani di tempat bidan, saat ini sedang mempersiapkan baju untuk disusulkan ke rumah sakit.

tiba di sana, tenaga kesehatan lainnya langsung membawa bunda menggunakan kursi roda,
lalu membaringkan di sebuah tempat tidur panjang
mengukur tekanan darah, menanyai ini itu..
ketika mereka tanya mengenai air ketuban, bunda menjawab seingat bunda bahwa sampai saat ini bunda tidak merasakan adanya air ketuban yang keluar.
mereka mengecek, ternyata bahkan air ketuban telah habis tak bersisa.
dan ketika mereka tahu bukaan sudah lengkap,
mereka berusaha mengambil jalan untuk tetap melahirkan normal,
mereka memberikan aba-aba untuk mengejan,
namun cara itu tidak berhasil, meski beberapa kali dilakukan.

akhirnya dilanjutkanlah perjalanan menuju ruang operasi.
setelah tim lengkap, dimulailah semuanya...

dengan perut yang terus berkontraksi, bunda harus bisa memegang lutut, agar suntikan bius bisa dimasukkan melalui tulang bagian belakang.
Allah.. tak dapat cukup tenaga, akhirnya seorang perawat membantu bunda untuk memelengkungkan badan.
sakit? iya.
tapi berangsur sakit itu menghilang, sejalan dengan pengaruh obat yang tadi disuntikan.
lalu kebas separuh badan.
dan dimulailah semuanya.

tidak beberapa lama, seorang dokter anak mengangkatmu keluar dari perut bunda.
sedikit terisak, bukan menangis keras seperti bayi lainnya.

"ternyata terlilit beberapa lilitan di leher, bu. ini sudah mulai biru, makanya dia gak nangis. alhamdulillah langsung dibawa, gak dipaksa normal. kalau tetap normal, nyawa bayinya bisa ga selamat."
salah seorang dokter memberikan keterangan mengapa kau hanya terisak lirih.

setelah dikeluarkan cairan dari lubang hidung, mulut, dan dipotongnya tali pusat, akhirnya tangis pertamamu pecah..

alhamdulillah, selamat berjuang di dunia ini, nak.

setelah itu bunda merasa sangat mengantuk dan akhirnya tertidur.

ya, bunda merasa baru kemarin melewati detik-detik itu.
berusaha menjadi jalanmu untuk beribadah di dunia ini.
namun kini kau sudah beranjak besar, menjadi seorang anak kalem berusia 5 tahun.
seorang manusia shalih yang sangat mudah diajak bekerja sama.
seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya.
seorang hamba Allah yang sedang berusaha menghafalkan juz 30 puluh meski baru sampai al bayyinah.
seorang hamba Allah yang jika sudah masuk waktunya sholat, kau sering mengajak kami berjamaah.

nak, tumbuhlah menjadi manusia yang shalih, manusia yang menshalihkan.
yang dari kedua tanganmu, semua manfaat bisa kau sampaikan.
yang dari kedua kakimu, selalu melangkah menuju kebenaran.
yang dari kecerdasanmu selalu lahir berbagai kebaikan.
jadilah ahli syurga nak, dan jadilah perantara orang-orang menjadi ahli syurga...

barakallahu fii umrik, kak ikhlas sayang..
melalui namamu kami selalu belajar untuk bersikap dalam hidup...

maafkan kami yang belum bisa menjadi orangtua yang terbaik bagimu,
maafkan atas semua keterbatasan kami dalam mendidikmu,
maafkan kami atas semua hal yang belum sampai meski Allah telah mengamanahkannya untuk disampaikan padamu...

dari kami yang mencintaimu,
bunda dan ayah


-- Muhammad Ikhlas Putrabuana--

ketika akhirnya harus tanpa ART.. (^.^)

Ketika akhirnya kembali tidak pakai ART, ketika itu pula Ikhlas dan Ernst libur super panjang (dari tgl 8 agustus sampai 7 september), dan ketika itu pula kandungan ini tetiba sering sekali kram dan sakit...

Dan Allah menunjukkan nikmat-Nya...

Ia menganugerahkan seorang anak yang super duper dewasa...
Dengan sangat telaten ia mau menyuapi adiknya roti ketika sang bunda sedang mengepel lantai...
Dengan sabar dan perhatian dia menemani adiknya bermain dan memeluknya ketika kaget dengar suara pesawat yang entah mengapa terbang lebih rendah...
Dan, melebihi kesabaran ibunya, ia masih tersenyum dan menanyakan apa yang dimaksud oleh adiknya yang tengah menangis dan tantrum...


di episode lainnya...


Ternyata berbelanja bersama duo bocil tanpa ARTpun menjadi pengalaman tersendiri... 
Biasanya kalau belanja bulanan dan bawa dua anak shalih, selalu sama si mbak dan bawa mobil sendiri.. Sehingga tanpa ayahnya pun masih bisa mengatasi semuanya..

Tapi ketika akhirnya kebutuhan memaksa untuk melakukannya dengan kedua anak shalih, dan naik motor, ternyata berjalan lancar...

Sebelum berbelnja, ikhlas yang berperab sebagai partner bunda, sudah diminta bekerja sama untuk menjaga adiknya. Mengingatkan apa saja yang harus dibeli.

Dan alhamdulillah,
Ketika bunda meleng sedikit ke tempat sandal (karena memang butuh, tp ga masuk rencana belanja), ikhlas dengan bijak mengingatkan bahwa ada barang yang harus dibeli...
Dan sepulang belanja, ketika kedua tangan bunda sibuk membawa barang belanjaan (3 kantong besar termasuk beras 1 karung), ikhlas menggandeng tangan adiknya dan selalu mengingatkan adiknya untuk fokus berjalan mengikuti bunda agar tidak tertinggal...

Allah.. Allah.. Allah..

Sungguh, caraMu mengupgrade setiap hamba begitu unik.. Begitu indah...

Alhmdulillah...


Allah... NikmatMu yang manakah yang berani hamba dustakan..