Senin, 14 Agustus 2017

Sekolah AL Falah DAHULU

ini adalah pengalaman saat anak saya bersekolah di al falah dulu.
sejujurnya saya hapus postingan yang lama karena saya khawatir ada ketidaksesuaian antara tulisan saya yang berdasarkan pengalaman dahulu dengan al falah yang ada sekarang, maka saya hapus postingan tersebut. tapi berhubung saya orang melankolis, saya merasa kepingan hidup kami tetaplah bagian hidup kami, akhirnya saya taruh postingan lama itu di sini.

fyi anak-anak saya sudah tidak bersekolah di al falah sejak tahun ajaran lalu (2016-2017)... ^_^

saya sungguh merindukan sekolah al falah yang lama, dengan konsep yang dulu, orang2 yang dahulu, keramahan yang dahulu...


Sudah sejak usia satu tahun Ikhlas, anak pertama kami, kami masukkan ke sekolah.
iya, saya tahu, pasti mau bilang, "emang ga kasian umur segitu udah disekolahin?" atau "anak piyik kayak gitu diajarin apa di sekolahnya?"
dan jawaban saya: emangnya kenapa harus kasian? lha di sekolahnya ga diajarin baca tulis, ga dikasih PR, ga disuruh duduk diem yang pake nyanyian "tangan ke atas, tangan ke samping, tangan ke depan, duduk yang manis" (hayo ngaku, pasti baca ini sambil nyanyi ya.. XD
lho, trus diajarin apa? ya mereka diajarin semua hal sesuai usianya.
misalnya ya, pas anak saya masih usia satu  tahun. kerjaannya di sekolah tuh cuma tidur, makan, main sama gurunya, dengerin gurunya cerita sambil diperlihatkan bukunya, main2 di lapangan, belajar jalan, dan kegiatan bayi lainnya..
see.. anak ogut nggak dieksploitasi.. heheheh

lanjut lagi ya..
sekolahnya tuh sekolah islam dengan metode sentra yang berbasis pada 9 pilar utama.
sekolahnya beralamat di jalan kelapa dua wetan, ciracas.
itu sekolah bener2 nggak terkenal... nyempil, dan ga keliatan kalau itu adalah sekolah yang terdiri dari jenjang baby house (sejak usia 2 bulan sampai 3 tahun), play group, tk, sd, smp, sma...
jam sekolahnya lumayan lama, dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang (untuk pra sekolah sampai sd kelas 2), sedangkan sd kelas 3 sampai sma pulangnya jam 4 sore.
ada juga extended untuk anak pra sekolah sampai kelas 2 sd, jadi mereka bisa pulang jam 4 sore.
nah, di sini juga suka banyak yang dengan semena-mena bilang, "itu tempat penitipan anak kali, bukan sekolah!"

dan saya sejujurnya ingin berteriak: BUKAN! ini sekolah, aseli sekolah, S-E-K-O-L-A-H... di mana ada guru, koordinator guru, kepala sekolah, direktur sekolah, kurikulum, pencapaian tiap anak, dan segambreng hal-hal akademik lainnya. dan saya yakin, pasti sangat berbeda dengan tempat penitipan anak!



Saya Jatuh Hati

awalnya saya nggak setuju kalau anak sekecil itu berkelahi dengan waktu.. eh salah, itu lagu bang iwan.. heheheh
awalnya saya ga setuju kalau anak saya yang masih belia itu disekolahkan. kasian kan dia, nanti jangan2 ga deket sama ibu bapaknya lagi, ga deket dengan keluarganya, trus nanti dia malas sekolah pas usia sd...
eh ternyata saya malah jatuh hati sama sekolah itu.

ya, saya jatuh hati sekali pada semua sistem pendidikan di sekolah itu... dan juga guru-gurunya yang saya belum pernah menemukan guru-guru yang seperti mereka di sekolahan manapun di muka bumi ini (lebay deh hehehe).

semua berawal dari PPOT (Program Pelatihan Orang Tua) yang wajib diikuti oleh semua orang tua yang menyekolahkan anaknya di sini. jadi kalau memang mau anaknya sekolah di sini, ya harus mau ikut program ini.
tujuannya adalah untuk menyeimbangkan pola didik sekolah dengan pola didik di rumah.
sip, saya setuju banget dengan alasannya.
karena banyak orang tua murid yang melempar tanggung jawab pendidikan pada sekolah anak-anak mereka dan terima beres.
mereka ga mau tahu, yang pasti anak mereka harus bisa bagus kalau sudah sekolah!
lha.. di sekolah cuma berapa jam, bu, pak? lebih banyak waktu mereka dihabiskan di rumah, kan...

akhirnya saya mengikuti PPOT itu. selama 10 hari saya mengikuti pelatihan itu, selama itu pula ada banyak sekali hal yang membuat saya tertampar, tertegun, dan tersadar bahwa saya butuh banyak belajar untuk menjadi orang tua yang baik!

emang diapain aja di PPOT itu?
di dalam pelatihan itu kami dibawa untuk menyadari bahwa semua anak itu terlahir dengan fitrahnya masing2. tugas para orang tua adalah mendampingi mereka tumbuh sesuai fitrahnya dan tentu saja harus bisa menjadi pendamping terbaik bagi mereka.
ah, saya rasa saya terlalu dangkal menjabarkannya, karena saya yakin, sekali anda mengikuti program ini, maka saya jamin anda akan tersadarkan sesadar-sadarnya. program ini banyak sekali membawa perubahan pada diri saya. dan menurut testimoni peserta yang sudah pernah ikut, mereka pasti ingin ikut program latihan tahap selanjutnya.

nah, saat program pelatihan itu, kami para peserta diajak untuk ikut eksplorasi sekolah. kami mengamati kegiatan belajar mengajar di sekolah.
di sini saya melihat, anak saya 'diapakan' saja sehari-harinya dan itu benar2 membuat saya bergidik...
saya bergidik karena ternyata sekolah itu jauh lebih mengerti anak saya ketimbang saya yang orang tuanya!
mereka jauh lebih ramah terhadap anak saya ketimbang saya yang orang tuanya!
dan saya sangat kecewa pada diri saya sendiri...
ah, rasanya mata saya selalu sembab selama mengikuti program pelatihan itu dan saat eksplorasi sekolah...


Cara Guru Berkomunikasi
"oh, Ikhlas mau pinjam? boleh bicara dengan temannya." ketika anak saya diam saja padahal ingin memakai sebuah mainan yang sedang dimainkan temannya.

"kita bisa bicara. kalau menangis tidak ada yang mengerti." ketika ada seorang anak yang menangis karena menginginkan sesuatu.

"wah, alhamdulillah, hari ini Ikhlas sudah bisa menyuap nasi sendiri." ketika anak saya berhasil menyuap sendiri makanannya.

"tidak apa-apa tumpah. kita bisa bereskan." ketika ada anak yang tidak sengaja menjatuhkan minuman di kelas.

"masih butuh waktu untuk tenang? oke, bu guru akan menunggu sampai  tenang." ketika ada anak yang tantrum, dan sang guru berkata sambil memeluk anak tersebut.

"sekarang bu guru sedang berbicara. yang lain tenang, mendengarkan. kita bergantian." ketika seorang guru sedang berbicara sedangkan ada murid lainnya sibuk berbicara dengan temannya.

ah, indah sekali di sekolah itu..
tak ada guru yang marah.
tak ada guru yang menyuruh.
tak ada guru yang melarang kreasi muridnya.
tak ada nada tinggi.
tak ada muka capek apalagi jutek.

masya allah...

saya yang merupakan ibu dari seorang anak saja masih sangat sering marah, menyuruh ini itu semena-mena, melarang anak berkreasi hanya karena sudah capek dengan tugas lainnya, bernada tinggi, bermuka jutek...

masya allah...

itu baru dari segi bahasa dan tingkah laku.
masih banyak hal lain yang saya garis bawahi dari semua yang ada di sekolah ini.

ernst (anak kedua saya) saat acara manasik haji di sekolahnya



Perlakuan Sekolah pada Murid

bahwa setiap murid itu istimewa? ya, mereka sangat menunjukkan hal tersebut.
pernah suatu waktu saya dipanggil oleh koordinator guru pra sekolah. ternyata tim guru menemukan bahwa ikhlas agak kurang di motorik kasarnya. dan mereka membuatkan program khusus untuk ikhlas yang akan dilakukan selama 2-3 bulan...
bayangin.. sampai sebegitunya perhatian mereka...
saya yakin bahwa banyak sekolah lain yang alihalih memberikan program khusus untuk kekurangan muridnya, mereka justru memanggil orang tua murid dan mengeluhkan bahwa anaknya kurang dalam hal ini dan melabelkan anaknya macam2 (lelet, pemalas, dsb).

mereka membangun logika berpikir anak sehingga anak bisa menemukan sebab dan akibat, dan itu melalui bermain.
"itu ceritanya sedang apa pak supirnya?"
"sedang naik mobil, bu."
"lho, kok pak supirnya naiknya di atas mobil?" bu guru bertanya sambil memerhatikan boneka laki-laki yang dinaikkan ke atas mobil mainan.
"oh iya, harusnya di dalam ya."
"iya, harusnya di dalam mobil. di tempat supir. kalau di atas mobil, nanti bisa jatuh. tidak aman."
dan sang murid lalu berbalik ke awal, menjalankan bonekanya seolah-olah masuk ke dalam mobil, lalu meletakkan bonekanya di pangkuan (karena ceritanya si boneka sudah di dalam mobil--mobilnya kecil jadi tidak muat jika bonekanya masuk), lalu mulai menjalankan mobil2an tersebut. setelah sampai di tujuan, boneka lalu seolah-olah keluar dari mobil.





Ikhlas dan Ernst saat open house sekolah, bersama hasil karya anak2 pra sekolah (PG sampai TK B)


Waktu Sekolah Anak

seperti yang sebelumnya sudah saya katakan, usia pra sekolah sampai kelas 2 SD, murid-murid masuk jam 7 sampai jam 2 siang.
sedangkan untuk murid kelas 3 SD sampai dengan SMA, mereka masuk jam 7 sampai jam 4 sore.

jam sekolah yang panjang dikarenakan membangun mood anak serta bonding dan pembiasaan dengan sekolah (karena bagi anak pra sekolah hal ini  sangat tidak mudah).

jadi ketika pagi hari, anak-anak sudah diminta membuat jurnal (silakan lihat ulasan jurnal di sini pentingnya jurnal), selesai jurnal mereka bisa bermain bebas di dalam ruangan. setelah itu membaca ikrar dan bernyanyi. lalu keluar kelas menuju lapangan untuk melatih motorik kasar mereka. setelah itu sarapan.

sejak pagi sampai sekitar jam 9, itu adalah saat2 membangun mood anak agar siap untuk kegiatan belajar. nah, setelah sarapan barulah dimulai proses belajar.
dan please jangan berpikir kegiatan belajar mereka tuh duduk diam di kelas sementara guru berdiri di depan berteriak menjelaskan sesuatu. oh, tentu tidak.

pembelajaran mereka sesuai dengan sentra yang mereka dapat di hari itu.
sentra dilakukan di luar atau di dalam ruangan, sesuai kebutuhan.
selesai sentra, mereka mereview apa saja nilai dan informasi yang mereka dapatkan selama bermain (belajar) di sentra, ini disebut circle time.
di circle time juga biasanya dibahas hal-hal yang menyangkut bersama.
misalnya ada yang bertengkar sewaktu sentra, maka circle time adalah ajang untuk berbaikan.
selesai sentra mereka makan camilan. bersiap untuk sholat dzuhur, lalu bersiap makan siang. setelah itu bersiap untuk pulang.

Murid dan Murid
"sudah, ga papa, A memang belum ngerti. maafin dia ya." kata seorang anak TK A pada temannya yang menahan sakit karena dipukul oleh seorang temannya yang special need.

"aku mau pinjamkan, tapi kamu harus minta izin dulu." salah seorang anak TK A berbicara pada temannya.

"Ara... masuk ke kelasnya bareng yuk." ajak salah seorang murid pada temannya yang special need. ajakannya sangat tulus, dan terlihat sekali bahwa tak ada perbedaan yang dirasakan oleh anak itu terhadap temannya yang special needs kecuali adalah para special needs memang butuh kasih sayang ekstra.

di sekolah anak memang terbiasa bermain berkelompok dan juga bermain secara individu. saat bermain kelompok (baik kelompok besar maupun kelompok kecil), kerja sama dan brain storming memang sangat diperlihatkan oleh anak-anak tersebut, tentu ini peran penting dari guru saat membangun suasana yang seperti ini.
mereka benar-benar akrab satu sama lain, bahkan tidak hanya yang satu angkatan, tapi juga antar angkatan. ini karena guru juga kadang menaruh murid angkatan yang lebih muda ke kelompok yang lebih tua (untuk beberapa hal tertentu saat main bersama) atau sebaliknya.

kedekatan antar murid tak serta merta berarti semua hal adalah boleh dan baik. misalnya saja ketika anak saya, Ikhlas, sedang sangat dekat dengan seorang temannya perempuan. mereka sering bermain bersama. bahkan ketika memilih teman bermain sekelompok, anak perempuan tersebut sering sekali memilih ikhlas untuk menjadi teman sekelompoknya.
dan di beberapa kesempatan sang anak sering memeluk ikhlas.

akhirnya guru makan (wali kelas) memanggil saya, "bunda, mohon maaf. ada sebuah hal yang saya dan tim guru lihat pada ikhlas dan seorang temannya, mungkin bunda kenal (sambil menyebutkan nama sang anak). mereka berdua sedang akrab-akrabnya akhir2 ini. ya mungkin karena ikhlas adalah tipe anak yang mudah disenangi teman-temannya, ditambah lagi temannya yang satu ini memang anak pertama dan sangat ngemong. jadi mereka akrab sekali."

sampai sini saya masih belum paham.

"ada beberapa kesempatan, ananda memeluk temannya ini, bunda. awalnya saya tidak melihatnya tapi beberapa guru yang lain melihat. dan ketika akhirnya saya yang melihatnya sendiri, saya katakan pada ikhlas: ikhlas boleh sayang teman, tapi yang boleh dipeluk dan dicium itu hanya keluarga."

"oh, iya, bu. beberapa kali saya juga melihat mereka berpelukan, awalnya memang temannya yang memeluk bahkan mencium pipi. tapi saya suka bilang: cukup ya."

"iya, kami memang tidak tau siapa yang memulai terlebih dahulu. tapi mungkin bunda bisa bantu kasih pengertian ke ikhlas bahwa yang boleh dipeluk dan dicium itu hanya keluarga saja, apalagi ini teman yang berbeda jenis kelamin, bisa kita kasih batasan dengan mengatakan bukan muhrim."

ow, sampai sini saya baru sadar, ternyata sekolah mengerti tentang batasan muhrim dan bukan muhrim, alhamdulillah. saya yang justru tersadarkan, saya pikir masih baik-baik saja karena mereka masih kecil. tapi ternyata menurut para guru, hal ini sudah seharusnya ditanamkan sejak dini, agar mereka terbiasa menjaga kontak fisik yang berlebihan dengan yang bukan muhrimnya.
ah, terima kasih, saya tercerdaskan.. :')


Pendidikan Life Skill dan Karakter Kental Sekali di Sekolah Ini
"Bunda, mau minta tolong, di rumah Ernst dibiasakan menyuap makanannya sendiri. karena di sekolah sudah mulai lancar menyuap sendiri."
suatu hari seorang gurunya ernst berpesan pada saya ketika saya menjemput ernst di sekolah.
ya, di sini life skill memang sudah diajarkan sejak dini. bukan hanya mengenai dirinya (makan, minum, berpakaian) namun juga hal lain seperti membersihkan bekas makanan yg tercecer, menyapu ruangan, menggulung bersama guru dan teman2 karpet yg sudah digunakan untuk bercerita bersama, bahkan sampai membersihkan wc. semua bahkan ada jadwal piketnya meski tidak tertulis.
bahkan dulu 'pelajaran' favoritnya ikhlas adalah menyikat kamar mandi :D

pendidikan karakterpun sangat kuat di sekolah ini.
dimulai dari sikap para guru yg sangat baik dan tidak terkesan diada-adakan/dibuat-buat, sampai ara staff dan karyawan juga berpartisipasi dlm pendidikan karakter pada murid.
"alhamdulillah, hari ini kita sudah belajar mengenai tumbuhan."
"alhamdulillah, hari ini ernst sudah mau merapikan mainan dan mengklasifikasikan."


Sekolah adalah Partner Orang Tua, bukan Kaki Tangan
yup, di sekolah ini kedudukan orang tua dan guru memang sama. sekolah tidak mau dijadikan kaki tangan orang tua untuk mendidik anak. maksudnya mereka tidak mau dilempari tugas mendidik anak-anak sepenuhnya. mereka ingin agar pendidikan di rumah dan di sekolah adalah pendidikan yang satu, sama, saling melengkapi.
dengan begitu anak tidak bingung.
maksudnya bingung?
nah, suatu ketika saat pertemuan orang tua dengan guru, kami diwanti-wanti untuk selalu sama antara sekolah dengan rumah. misalnya di sekolah sudah diberitahu dan selalu ditanamkan bahwa makan harus sambil duduk.
lalu di rumah ternyata longgar sekali penanaman nilai seperti ini. makan semaunya di mana saja, sambil ngapain saja.
jangan pikir anak tidak akan terpengaruh.
anak sudah cerdas, mereka bisa menilai. mereka bisa melihat, "oh, di sekolahku harus begini. tapi di rumah tidak harus."
dari sini mereka jadi bisa bermain-main dengan aturan. apa bahayanya?
mereka jadi pintar mempermainkan aturan. mempermainkan aturan inilah cikal bakal orang2 bisa korupsi, bisa bertindak kriminal.

ah, saya kembali tersadarkan. saya kembali belajar. Allah, betapa tidak mudah mendidik anak.

komitmen yang dipegang oleh sekolah untuk menjadi mitra orang tua memang bukan hanya pemanis buatan yang bikin batuk-batuk. mereka mewajibkan orang tua mengikuti PPOT, mereka mengadakan pertemuan guru dengan orang tua untuk membahas apa saja terserah kami para orang tua, mereka memberikan sosialisasi tema persemester (apa saja yang akan anak pelajari selama satu semester ini), mereka juga membuat workshop parenting (terbuka untuk umum, namun orang tua murid mendapat harga spesial untukikut workshop ini).

dan jujur saja, sekolah ini adalah tempat belajar saya mengenai segala hal tentang mendidik anak...



Perkembangan Anak
untuk usia baby sampai toddler besar, perkembangan anak akan dituliskan setiap harinya melalui buku Catatan Harian Baby House. di situ kita bisa lihat apa saja yang dilakukan anak selama di sekolah, makan apa saja, tidur jam berapa, dan ada pesan apa untuk orang tua dari guru-gurunya yang terkait dengan sang anak.




Mengenai Rapor...
jangan bayangkan akan banyak deretan2 angka di dalamnya.. oh, no.. rapornya Ikhlas dan Ernst di sekolahnya adalah deretan kalimat2 panjang mengenai semua pencapaian mereka selama smester tersebut dan juga poin2 yang dicapai oleh mereka sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya. rapot dijabarkan mulai dari psikomotorik, sampai hal2 kecil seperti kebiasaannya di kelas.
dan pada saat pengambilan rapor, semua perkembangan anak dikupas bersama gurunya. masing2 ortu biasanya akan menghabiskan waktu sekitar 15-30 menit saat mengambil rapor.

rapor sekolah


hm... apa lagi yang hendak saya share ya? sepertinya banyak, tapi malam semakin larut, dan saya sudah mengantuk...
in sha allah akan dilanjutkan di lain kesempatan.. :)

mau lihat profil sekolah al falah? ini link youtube-nya profil al falah

2 komentar:

  1. Mbak. Sy tertarik dg review Al Falah. Kebetulan saya juga lagi cari sekolah anak. Boleh sy hubungi lbh lanjut?

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum mba, mau tanya.. apakah Al-falah yang di kelapa dua wetan Ciracas sama dengan Al Falah yang ada di Bambu Apus (satu yayasan ?)

    BalasHapus