Sabtu, 28 Juni 2014

susu formula dan sel otak anak?

Susu ibu hamil dan susu formula anak2 banyak sekali mengatakan semakin banyak sel otak, semakin baik dan cerdas anak2...

No no no...

Sel otak yang banyak saja tidak cukup jika tidak dibarengi:
KESABARAN dalam MENDIDIK!!!

Karena sel2 otak itu ga akan bekerja baik tanpa adanya sambungan antar sel.

Sambungan2 antar sel itulah yang menyebabkan anak bisa berpikir runut, sebab akibat, logis, bisa mengambil hikmah antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya, dan mengerti apa yg dia lihat dan dengar.

Membuat sambungan antar sel adalah dengan mendidiknya, memberikan informasi yang baik, dan kontinyu...
Semakin sering dilakukan, semakin baik dan banyak sambungan antar selnya...

Sampai situ saja?
Oh, tentu tidak...

Dalam proses perjalanannya (proses pendidikan tersebut),
Orang tua juga harus sabar.
Bukan hanya sabar dalam mendidik suatu hal secara kontinyu dan sedikit demi sedikit, namun juga sabar jika sang anak melakukan banyak kesalahan...

Tidak memarahi, membentak, menghentak, bahkan sampai memukulnya...
Karena apa? Dengan memarahi, membentak, menghentak, bahkan memukul, maka sambungan2 sel otak yang telah susah payah dibuat akan berguguran...

Jika masih dengan 'senang hati' memarahi, membentak, menghentak, bahkan memukul, selamat... Anda telah mematikan banyak potensi anak anda...

#catatanparenting
#untukrenungan

KISAH NYATA PENUH HARU yang Terjadi di Pakistan


Seorang Dokter Ahli Bedah terkenal (Dr. Ishan) ter-gesa-gesa menuju airport. Beliau berencana akan menghadiri Seminar Dunia dalam bidang kedokteran, yang akan membahas penemuan terbesarnya di bidang kedokteran. 
Setelah perjalanan pesawat sekitar 1 jam, tiba-tiba diumumkan bahwa pesawat mengalami gangguan dan harus mendarat di airport terdekat. 
Beliau mendatangi ruangan penerangan dan berkata: Saya ini dokter spesial, tiap menit nyawa manusia bergantung ke saya, dan sekarang kalian meminta saya menunggu pesawat diperbaiki dalam 16 jam ?
Pegawai menjawab: Wahai dokter, jika anda ter-buru-buru anda bisa menyewa mobil, tujuan anda tidak jauh lagi dari sini, kira-kira dengan mobil 3 jam tiba. Dr. Ishan setuju dengan usul pegawai tersebut dan menyewa mobil. Baru berjalan 5 menit, tiba-tiba cuaca mendung, disusul dengan hujan besar dan disertai petir yang mengakibatkan jarak pandang sangat pendek.
Setelah berlalu hampir 2 jam, mereka tersadar bahwa mereka tersesat dan terasa kelelahan. Terlihat sebuah rumah kecil tidak jauh dari hadapannya, dihampirilah rumah tersebut dan mengetuk pintunya.
Terdengar suara seorang wanita tua: " Silahkan masuk, siapa ya?".
Terbukalah pintunya. Dia masuk dan meminta kepada ibu tersebut untuk istirahat duduk dan mau meminjam telponnya.
Ibu itu tersenyum dan berkata: "Telpon apa Nak? Apa anda tidak sadar ada dimana ? Digubuk kecil ini tidak ada saluran listrik, apalagi telpon. Namun demikian, masuklah silahkan duduk saja dulu istirahat, sebentar saya buatkan teh dan sedikit makanan untuk menyegarkan dan mengembalikan kekuatan anda."
Dr. Ishan baru tersadar, dan hanya bisa pasrah, namun ia juga mengucapkan terima kasih kepada ibu itu karena keramahanya, lalu ia memakan hidangan sementara ibu itu sholat serta berdoa, dan per-lahan-lahan mendekati seorang anak kecil yang terbaring tak bergerak diatas kasur disisi ibu tersebut, dan dia terlihat gelisah diantara tiap sholat. Ibu tersebut melanjutkan sholatnya dengan do'a yang panjang,

Dokter Ishan mendatanginya dan berkata: "Demi Allah, anda telah membuat saya kagum dengan keramahan anda dan kemuliaan akhlak anda, semoga Allah menjawab do'a-do’a anda."
Berkata ibu itu: "Nak, anda ini adalah ibnu sabil yang sudah diwasiatkan Allah untuk dibantu. Sedangkan do'a-do’a saya sudah dikabulkan Allah semuanya, kecuali satu."
Bertanya Dr. Ishan: "doa Apa itu yang belum Allah kabulkan?"
Ibu itu berkata: "Anak ini adalah cucu saya, dia yatim piatu. Dia menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter-dokter yang ada disini. Mereka berkata kepada saya ada seorang dokter ahli bedah yang akan mampu menyembuhkannya, katanya namanya Dr. Ishan, akan tetapi dia tinggal jauh dari sini, yang tidak memungkinkan saya membawa anak ini kesana, dan saya khawatir terjadi apa-apa di jalan. Makanya saya berdo'a kepada Allah agar memudahkannya." Mendengar penuturan ibu tersebut
Menangislah Dokter Ishan dan berkata sambil terisak: "Allahu Akbar…Allahu Akbar, Laa haula wala quwwata illa billah. Demi Allah, sungguh do'a ibu telah membuat pesawat yang saya naiki rusak dan harus diperbaiki lama serta membuat hujan petir dan menyesatkan kami, Hanya untuk mengantarkan saya ke ibu secara cepat dan tepat. Saya lah Dokter. Ishan itu… Saya lah Dokter Ishan Bu, Sungguh Allah swt telah menciptakan sebab seperti ini kepada hambaNya yang mukmin dengan do'a. Ini adalah perintah Allah kepada saya untuk mendekati dan mengobati anak ini."
Nenek tua itu pun menangis bersyukur bahagia seolah tak percaya, dan Dokter juga menangis terharu...
Pada Akhirnya dokter Ishan pun mengobati cucu dari nenek tsb. Subhanallah...

Kesimpulan:
1. Jangan pernah meremehkan kekuatan Doa.
2. Jangan pernah berhenti berdo'a sampai Allah menjawabnya.
3. Jangan pernah bosan berdo'a, Semua akan Allah kabulkan jika sudah tiba waktunya.

rumah tangga dr aid al qarny

Ust. Zulfi Akmal
DR. 'Aid al Qarny menggambarkan tentang istrinya:

Beberapa malam yang lalu, sesaat sebelum aku tidur, aku berada di atas ranjang, aku menoleh ke arah istriku dan aku pandangi bentuk wajahnya sementara ia lagi tidur, aku bergumam dalam hatiku:

Malang sekali dia, setelah hidup selama bertahun-tahun bersama kedua orang tua dan keluarganya, ia datang untuk tidur di samping laki-laki yang asing baginya. Dia tinggalkan rumah orang tuanya. Dia tinggalkan bermanja-manja dengan kedua orang tuanya. Dia tinggalkan bersenang-senang di rumah keluarganya. Sekarang ia datang kepada laki-laki yang menyuruhnya untuk melakukan yang ma'ruf dan meninggalkan yang mungkar. Dia melayani laki-laki itu sesuai dengan yang diredhai Allah. Semua itu berdasarkan perintah agama, subhanallah......

Dari sini muncul pertanyaan di dalam diriku?!

Kenapa sampai gampang bagi sebagian laki-laki untuk memukul istrinya dengan penuh kekerasan, setelah ia meninggalkan rumah keluarganya, kemudian datang kepadanya.

Kenapa ringan bagi sebagian laki-laki untuk keluar bersama teman-temannya, kemudian ia pergi ke restoran dan ia makan tanpa mempedulikan siapa yang ada di rumahnya?!

Kenapa ringan bagi sebagian laki-laki menjadikan waktu duduknya di luar rumah lebih banyak dari pada duduk bersama istri dan anak-anaknya?!

Kenapa ringan bagi sebagian laki-laki menjadikan rumahnya bagaikan penjara bagi istrinya, tidak ia ajak keluar dan juga tidak ia temani.

Bagaimana bisa gampang bagi sebagian laki-laki membiarkan istrinya tidur, sementara di dalam hatinya ada kegetiran perasaan dan di matanya ada air mata tertahan?!

Bagaimana bisa gampang bagi sebagian laki-laki pergi berjalan sementara anak-istrinya ia tinggalkan tanpa peduli dengan nasib mereka selama ia pergi.

Kenapa bisa ringan bagi sebagian laki-laki berlepas diri dari tanggungjawab yang akan ia pertanggungjawabkan di akhirat nanti sebagaimana yang di sampaikan oleh Rasulullah?!

Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya..."

*Please Jangan Bohongin Anak (ku)*

Suatu hari seorang saudara saya bercerita tentang BSnya...
Beliau menggunakan jasa BS agar lebih fokus mengurus kedua anaknya, jadi sang baby sitter ini memang benar2 dijadikan rekan dalam mendidik anak2nya, bukan melimpahi tugasnya pada sang BS sementara ia bisa bebas ngapain aja.

Nah, beranjak dari niatan tersebut, maka wajar kalau saudara saya ini sangat selektif terhadap Baby sitter yang berpartner dengannya. Beliau maunya pola didik baby sitternya sama seperti pola didiknya pada anak2nya.

Namun ternyata BS yang ada saat ini tidak sesuai dengan harapan saudara saya.
Memang orangnya baik, gesit, namun suka 'berbohong'.

No, bukan berbohong mengenai uang atau lainnya.
Baby sitternya suka berbohong pada anak2nya agar anak2nya menurut.
"Hayo jangan main ke sana, nanti ditinggal daddy." (Padahal ayahnya anak2 lagi duduk anteng ga ke mana2)
"Yuk main di luar yuk, ada pesawat lho" (padahal ga ada)

Why it's so serious? Nyantai aja, kali...
Wajar lah, yang penting anaknya nurut, mau makan, ga petakilan, and bla bla bla...

Oh ternyata tidak sesederhana itu, mom n dad yang shalih...

Membiasakan anak tumbuh dalam atmosfer kebohongan2 seperti itu ternyata membawa dampak yang cukup serius.

Pernah ga kita berpikir, "ih itu anak, waktu kecilnya penurut, patuh, baik, eh udah gedenya ga mau nurut orang tuanya, orang tua ga didengerin, cenderung melawan."

Ya, tanpa kita sadari, kebohongan2 kecil itulah yang membentuk anak menjadi demikian.

"Nanti mama beliin es krim kalo kami mau makan." (Nyatanya habis makan ttp ga dibeliin es krim).
"Mama mau ke wc ya, sebentar kok." (Nyatanya pergi ke kantor atau ke tempat lain selama berjam-jam).
"Ayah sebentar lagi sampai rumah." (Nyatanya sampai anak tidur malam, ayahnya blm pulang).
Dan berbagai kebohongan kecil seperti ini yang sedikit demi sedikit mengikis rasa percaya anak pada orang tua maupun keluarganya yang lain.
Dampaknya anak jadi tidak percaya pada orang tua dan lingkungannya.

Dengan rasa tidak percaya itulah anak akhirnya tumbuh sebagai anak yang suka melawan (untuk apa menuruti ortu, mereka toh ga berkata yang sebenarnya, toh nanti juga dibohongi lagi).
Lalu anak tumbuh sebagai anak yang suka berbohong (orang tuaku juga mencontohkan seperti ini, aku ga papa dong?).
Dan ketika dewasa dia akan mudah membuat janji tapi tak ditepati meskipun tidak ada keadaan darurat yang menghalanginya dari janji yang ia buat.

Lebih baik kita memang meluangkan sedikit waktu untuk berbicara lebih banyak pada anak,
"Nak, ayah dan bunda harus berangkat. Kami pergi agak lama. Tapi nanti jam 2 siang kita sudah bertemu lagi."
Dan tepati janji kita sesuai apa yang kita katakan (pulang jam 2, misalnya).
Meskipun anak menangis, tapi ia belajar bahwa orang tuanya memang memiliki tugas lain yang harus dikerjakan, mereka juga belajar menunggu, dan mereka belajar bahwa segala sesuatu ada prosesnya.

Kalau masih memiliki kesulitan pada penerapannya,
Coba ajak bicara anak kita di waktu yang tepat, di waktu santai, misalnya menjelang tidur.
Jelaskan saja kenapa anak kita dan orang tuanya harus seperti itu.
Meski menangis, tapi itu lebih baik daripada kita membohonginya.

Susah ya? Iya.
Tapi bukan berarti nggak bisa, kan...

Keep on trying to be the best parent for our kiddos... 

*Semua Orang Pasti Punya Prioritas*

Semua orang punya prioritas masing2, tergantung pada apa yang menjadi tujuan hidupnya, lingkungan, pemahaman, serta impiannya.

Baru saja kemarin saya kembali ditepuk lembut oleh Allah melalui salah satu teman mengaji saya.

Jadi ceritanya kami sedang dalam sesi mengungkapkan qodhoya kami masing2 (istilah belandanya mah "curhat" gituh).
Masing2 dari kami mengungkapkan apa yang dihadapi selama sepekan ini.
Ada yang anaknya ganti berganti sakit, ada yang suaminya sudah sembuh penyakit parunya, ada yang repot dengan masalah pemberkasan CPNS, dsb...

Hingga akhirnya tiba giliran teman ngaji saya yang usianya tak beda jauh dengan saya (rerata usia teman ngaji saya yg lain sudah menjelang 40.. Beberapa dari kami--4 orang--adalah anak bawang yg bahkan blm berkepala 3).
Beliau adalah muslimah yang lembut dan bersahaja, masya Allah.
Saat mengungkapkan qodhoyanya, beliau langsung berkata,
"Mohon doa dari ibu2 shalihat di sini, semoga saya tetap istiqomah dan sehat."
Beberapa dari kami bertanya ada apa.
Lalu beliau menjelaskan bahwa saat ini beliau masih belum memakai jasa khadimat.

Kami memang sempat khawatir padanya mengingat suaminya adalah seorang yang memiliki amanah cukup penting yang sering keluar kota, sementara anaknya 2 dan masih di bawah 3 tahun semua.

Ketika kami bertanya tentang kerepotannya mengurus semua urusan rumah tangga, beliau dengan nada suaranya yang khas, lembut dan tanpa tendensi apapun, menjelaskan,
"Memang kalau repot, pasti repot banget, umm. Masalah rumah, anak, belum lagi target hafalan. Bulan ini saja hafalan saya keteteran. Setelah dievaluasi saya hanya bisa menghafal setengah halaman perhari di bulan ini."

Jujur saja saya tertohok, dalam. Malu sekali.
Beliau dalam kerepotannya masih bisa menghafal setengah halaman perhari (semoga Allah memberkahi), sementara saya?

Lalu ada seorang lagi yang bertanya, kenapa ga cari lagi jasa art.
"Sebenarnya saya mau memakai jasa art, tapi rupanya susah mencari art yang sudah ibu2 usia 40an. Banyaknya yang masih muda."

"Memang kenapa bu kalau yang masih muda?" Yang lain kembali bertanya.

"Saya suka sedih lihat pakaiannya. Ketat dan kadang ga mau berjilbab di rumah. Padahal sudah sering saya ingatkan. Saya kasihan pada suami, khawatir hal itu membuatnya kehilangan hafalannya."

Saya kembali terpana, kembali tertohok.
Sampai sebegitunya... Masya Allah... :')

"Keluarga yang mengetahui keadaan kami pada bilang kalau kami terlalu berlebihan, padahal ga papa, yang penting ada yang bantu.
Tapi saya sudah dengan pendirian saya. In shaa Allah saya ikhlas. Dan alhamdulillah abinya anak2 juga mau memaklumi jika banyak pekerjaan rumah yang blm selesai, bahkan ga sungkan membantu walau hanya ngepel dan bersih2 rumah. Kata beliau, ga papa rumah berantakan, asalkan hafalan ummi nambah."

Ah, andai saja ada alat yang bisa memperlihatkan bentuk hati saya saat itu...
Bentuknya sudah tak jelas..
Bagikan dihantam ribuan ton beban berat dari berbagai sisi.
Saya benar2 tertohok dan malu.

Di akhir kalimat beliau, beliau kembali minta didoakan agar bisa segera menyelesaikan program menghafalnya.
Karena beliau dan suaminya memiliki impian untuk membangun rumah quran di jogja (rumah orang tuanya dan orang tua suaminya).

Semakin cepat beliau menyelesaikan program tahfidznya, semakin cepat mereka ke jogja, semakin cepat rumah quran itu berdiri...

Ya, itu prioritas teman halaqoh saya: tak apa tak ada art, asalkan hafalan suaminya terjaga dan dia ttp bisa menambah hafalannya.

Kita semua memiliki prioritas masing2, tak ada satupun yang sama,
meski mungkin sama2 memiliki prioritas di bidang pendidikan, tapi saya yakin ada tujuan atau cara yang berbeda satu sama lain.

Tak apa setiap kita memiliki prioritas yang berbeda.
Yang perlu diingat adalah usahakan prioritas kita itu dalam rangka mendekatkan diri pada Allah, apapun bentuknya...
Dengan demikian, hidup kita jadi terarah sekaligus membawa berkah...

Semoga Allah memberi kelancaran dan kekuatan pada kita dalam menjalankan segala prioritas kita...
Semoga hal itulah yang dapat menambah berat amal kebaikan kita di akhirat kelak...
Aamiin...

Keep on trying to be the best day by day 

apa kabar, ayah?

Ayah, apa kabar?
Bunda dan anak2 di sini baik-baik saja.
Ayah, pagi ini kakak dan adek sudah bisa mandi sendiri, tidak seperti dulu yang maunya dimandikan oleh ayah.
Sebenarnya mereka minta dimandikan oleh bunda, tapi bunda harus menyiapkan yang lainnya.

Ayah, saat ini setiap hari kami berangkat bersama, kakak dan adek menuju sekolah sedangkan bunda menuju tempat kerja.
Tak seperti biasanya, bund
a hanya di rumah. Mengerjakan berbagai pekerjaan rumah dan mengerjakan hal lainnya. Meski cape tapi tak secape saat ini.

Ayah, sekarang bunda tau bagaimana perasaan ayah selama ini. Ketika terik matahari ayah tetap harus mengendari motor melawan macet ibu kota, atau bahkan ketika harus menerobos hujan saat pulang kerja.
Beberapa bulan pertama saja sudah membuat bunda hampir menyerah, padahal selama ini ayah tidak pernah menampakkan wajah lelah ketika pulang ke rumah.
Ajari bunda, yah. Ajari bunda mengukir senyum itu di wajah.

Teringat ketika itu, suatu hari saat ayah pulang kerja dan tak ada makanan sama sekali karena bunda masih kesal dengan keputusan ayah yang tak mengizinkan bunda pergi bersama teman-teman sekolah.
Bunda pikir ayah akan marah, menceramahi bunda dengan sejuta kata. Bunda tunggu semenit dua menit sampai sejam, tak ada kata-kata apapun kecuali permintaan maaf karena membuat bunda bersedih tak bisa pergi bersama teman-teman.
Saat itu hati bunda luluh, tak ada kesal yang terselip. Justru berganti malu.
Ayah yang seharian bekerja penuh lelah dan keletihan, masih bisa bersabar menghadapi bunda yang kekanakan. Barakallahu, yah...

Ayah, sekarang kakak dan adek semakin besar. Semakin bisa diajak kerjasama dan bertanggung jawab. Adek mendapat tugas mematikan lampu sementara kakak mengunci pintu.
Mereka senang sekali bisa membantu, itu jauh lebih cukup dari apa yang bunda mau.
Mereka sangat mirip denganmu, seorang pribadi yang ringan tangan menolong orang.

Ayah, tak seperti malam-malam biasanya, kita duduk berdua setelah anak-anak terlelap.
Membicarakan apa yang kita kerjakan selama seharian, atau membicarakan apa yang selama seharian ini anak-anak lakukan.
Sekarang bunda hanya bisa berbicara dengan hati sendiri,
Memandangi anak-anak yang terlelap yang semakin hari semakin memantulkan wajahmu di raut mereka.
Tak ada lagi teman bersenda gurau atau berdiskusi tentang kehidupan dan masa depan anak-anak kelak.
Betapa sungguh baru kusadari, betapa bunda sangat membutuhkan ayah.

Ayah, minggu kemarin bunda dan anak-anak pergi ke tempat kita biasa berwisata karena ada acara dari sekolah.
Tapi tidak seperti waktu itu, ketika ayah menggendong kakak di punggung dan membawa adek berkeliling naik sepeda. Semua berbeda. Tak ada tawa ceria kakak dan adek saat bercanda bersama ayah, tak ada senyum bahagia yang terpancar dari wajah mereka seperti saat pergi bersama ayah.
Ternyata jauh di lubuk hati mereka, mereka merindukan ayahnya. Mereka tak pernah menampakkan itu di depan bunda, tapi dalam tidurnya si kakak beberapa kali memanggil-manggil ayah.
Kami merindukanmu, ayah...

Ayah, minggu depan adalah hari ulang tahun pernikahan kita yang kesepuluh.
Bunda tak pernah lupa awal pertama kita berpegang tangan dulu, selesai ijab qabul di depan penghulu.
Saat itu bunda masih malu-malu, namun ayah dengan lembut menatap mesra dan menyodorkan tangan terlebih dahulu.
Meski tak ada lagi peluk dan cium mesra atau kata-kata rindu melalui media komunikasi seperti sebelumnya, tapi bunda tetap merasakan ayah ada bersama bunda selalu.
Terimakasih telah memilihku menjadi separuh sayapmu.
Memercayaiku mendampingimu.
Menjadikanku ratu di istana indahmu.
Mengajariku mengenal dan mencintai Penciptaku...

Ayah, berbahagialah di sana.
Kelak jika Allah mengizinkan, kita akan berkumpul kembali di syurgaNya.
---------------------------------------

Banyak dari kita menyepelekan kehadiran pasangan kita. Menganggap pengorbanan mereka biasa saja, bahkan tak ada apa-apanya.
Jika kita mau jujur pada hati kita, apa yang sudah kita berikan untuk pasangan kita: apakah keluhan2 kita, rasa kesal kita, atau rasa kurang kita atas semua pemberiannya (cinta dan sayangnya).
Siapkah jika kita berpisah dengannya?
Sudahkah kita memberikan hak-haknya?
Jangan kemudian ada sesal ketika kepergiannya karena ternyata kita belum memenuhi hak-haknya dengan baik...

harta, tahta, wanita-- sepaket ujian bagi sang imam

pagi ini seperti biasa saya belanja di pedagang keliling yang jualan keliling komplek. dan seperti biasa pula, saya sibuk berpikir akan masak apa hari ini.akhirnya pilihan jatuh pada lele dan beberapa sayuran pendampingnya.karena tidak bisa membersihkan lele yang masih hidup, saya minta tolong pada si mas pedangan sayur. sambil menyiangi lele, si mas pedagang sayur, sebut saja mas oka, bercerita pada saya.

Mas Oka: bu, tau ga, ternyata jelek-jelek begini saya masih laku lho, bu...

Saya: *sedikit bingung* maksudnya apa mas? kayak sayuran aja, laku..hehehe

MO: iya, ternyata masih ada yang suka sama saya, bu. sampai sms dan telponin saya terus. bingung saya.

S: waduh, hati-hati mas *mulai bingung, mau ngomong apa*

MO: emang sih dia itu mantan pacar saya. tapi dia anak kuliahan, masa iya mau sama saya? bingung saya...

S: *sejenak berpikir* emang udah berapa tahun menikah, mas? mau 5 tahun ya?

MO: ehm, sekitar itu bu. emang kena toh?

S: *enggan berpikir macam-macam, saya hanya ingin share* mungkin itu ujian menjelang 5 tahun nikah, mas. kata orang tua kan ujian terberat itu menjelang 5 tahun.

MO: eh, masa iya, bu?

S: biasanya begitu. ujiannya ya macam-macam. kalau laki-laki biasanya ujiannya perempuan.

MO: jadi inget, dulu ada yang bilang sama saya, 'ko, ujian kamu tuh cuma di perempuan'.

S: nah, bisa jadi ini ujian, mas.
(berpikir tidak ingin si mas oka salah melangkah saya coba kasih masukan sedikit)
biasanya ujian laki-laki itu ada 3, mas, harta, tahta, wanita. mungkin mas oka sedang mengalami ujian dengan salah satunya. menurut saya mas oka harus hati-hati aja, perbaiki keimanan aja, mas. mungkin Allah lagi mau angkat derajat mas oka, biar lebih sukses lagi dan lancar rezekinya, makanya dikasih ujian kayak gini. 

MO: masa iya, bu?

S: mungkin aja, mas. yang penting mas oka ga usah terbawa sama perempuan itu. insyaallah kalo berhasil melewati ujian ini, semua akan lebih baik lagi.

MO: iya, bu, aamiin. saya sih cuma ngetes dia aja, emang beneran mau sama saya atau nggak. ternyata dianya mau. heran saya, padahal anak kuliahan. kalo cewek kampung biasa saya nggak heran, tp kan dia anak kuliahan.

S: ya namanya godaan, mas. apalagi perempuan, kalo udah cinta, susah lupanya. tapi kalo nanti dia nikah, dia akan sayang kok sama suaminya dan lupa sama yang lain. lagian perempuan sekarang kan memang suka dengann laki-laki yang sudah beristri, karena sudah mapan, sudah tinggal enaknya saja. udah, nggak usah dilayanin, ga usah main api..heheheh

MO: iya, saya juga ga ada niat main-main bu, cuma penasaran aja...

S: halah, dasar mas oka...

dan perbincangan terhenti ketika ada seorang mbak-mbak yang kerja di tetangga seberang rumah membeli sayur.

ternyata ujian seperti ini nggak hanya menyinggahi para pejabat, pemuka masyarakat, dan pemuka agama... bahkan (maaf bukan maksud apa-apa) seorang pedagang sayur yang saya pikir kehidupannya sudah cukup banyak ujian pun masih juga diuji dengan ujian seperti ini.

akhirnya kenaifan saya selama ini terhapuskan oleh kenyataan yag mampir di depan mata,bahwa lelaki manapun bisa mendapatkan ujian harta; tahta, wanita. tak peduli pangkatnya apa, siapa namanya, tinggalnya dimana.

dalam satu sisi hati, saya merasa kasihan pada para lelaki (suami-suami) yang tertimpa 3 masalah itu, terutama masalah wanita (karena menurut saya yang cukup berpengaruh bagi dia dan keluarganya adalah ujian dengan wanita). para suami sudah capai bekerja seharian, memikirkan bagaimana cara mencukupi kebutuhan keluarga, namun masih juga diberikan ujian seperti ini.
menurut logika saya, seharusnya mereka ga usah ambil pusing dengan para wanita yang mencoba menggoda. mengapa? karena dengan kehidupannya saja ia seharusnya sudah merasa cukup sibuk, mencari nafkah, mendidik istri dan anak, menjadi iamam yang baik, menjadi bagian dari masyarakat yang bertanggung jawab.
saya yakin, tidak usah ditambah lagi masalah lain, para suami yang ingin menjadi suami yang baik pasti sudah sibuk dengan semua tanggung jawab/amanah mereka. hingga tidak ada ruang lain yang tersisa untuk bermain-main dengan wanita. ini menurut logika saya. entah apa yang terjadi di dalam cara berpikir mereka sebagai lelaki.
atau justru ini adalah bagian lain yang bisa membuat mereka merasa hidup layaknya lelaki perkasa? entahlah.
saran saya, lebih baik tidak mengorbankan apa yang sudah dibangun susah payah hanya demi permainan semata...wallahu'alam

itulah mungkin sebabnya kita harus tetap memperbaiki diri, komunikasi dengan pasangan, pelayanan apapun terhadap pasangan, dan jangan lupa (hal yang paling penting) adalah doakan pasangan kita agar senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah SWT.

semoga kita bisa tetap menjadi pribadi yang baik dan semakin baik, pribadi yang shalih dan menshalihkan, dan tetap menebar manfaat.
(menohok di hati saya, karena saya harus banyak membenahi hitamnya hati)

maafkan atas kesalahan kata maupun stigma berpikir yang tidak berkenan di hati
110812, 11:02

--Toddler yang Terjebak di Tubuh Orang Dewasa--

Siang itu saya 'berguru' pada salah satu teman, bu yuli namanya. Beliau adalah mantan guru di sekolah anak saya. Bu yuli dikenal sebagai seorang yang profesional sebagai seorang pendidik. Terlihat dari cara kerjanya yang gesit, tak pernah menunda pekerjaan, dan selalu mau belajar... Masya Allah, Keren! 

Di sela-sela waktu, kami (saya dan seorang teman lain dari balik papan) berbincang dengan bu yuli mengenai apa saja terkait dengan pendidikan anak usia dini.

Saat itu bu yuli bercerita bahwa ada kenalannya yang dimarahi oleh mertuanya.
Dikisahkan sang istri sedang terfokus perhatiaannya pada anaknya yang masih bayi, sementara sudah masuk waktu makan.
Suaminya sudah diambilkan nasi dan lauk paul sudah terhidang di meja. Setelah mengambilkan nasi, sang istri pamit karena harus fokus dengan anak mereka yang masih bayi.
Sementara sang istri fokus pada bayi, sang suami tetap duduk tanpa memakan makanan yang sudah dihidangkan.
Melihat hal tersebut, sang mertua yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah mereka, marah pada menantu perempuannya itu,
"Oh, jadi begini. Anakku nggak diurusin?"
Ternyata selama ini sang suami selalu disuapi makan oleh ibunya, bahkan sampai besar dan bekerja.
Hingga akhirnya menikah, maka kebiasaan itu sulit dihilangkan. Sang suami tidak mengerti situasi, yang dipikirkannya hanyalah kebutuhannya.

Oke, mungkin kasus itu agak ekstrim ya.
Tapi pernah nggak memiliki teman yang sulit berbagi, sulit mendengarkan, atau sulit bertanggung jawab?
Atau jangan2 itu adalah kita sendiri?
Kita? Kamu, kali, win :D



Sejatinya, fase toddler atau anak batita, adalah fase di mana kebutuhan anak masih dibantu oleh orang lain, dia belum memiliki kecakapan hidup untuk mengerjakan hal-hal yang seharusnya sudah bisa ia kerjakan sendiri karena merupakan hal-hal pokok untuk dirinya. Fase di mana mentalnya pun masih belum matang: egosentrisnya tinggi (belum bisa berbagi, tak bisa mengalah, tak bisa menerima kesalahan), tak bisa bertanggung jawab terhadap apa yang ia perbuat.


Tapi fase toddler ini ternyata bukan saja dialami oleh anak batita. Ini bisa berlanjut pada orang-orang besar yg menurut bilangan usia sudah dianggap dewasa.

Pernah lihat orang di lampu merah atau di jalan yang bertengkar karena hal sepele seperti meributkan suara klakson?
Pernah menemui orang-orang yang sulit mengantri di antrian umum seperti ketika mau membayar tiket kereta, beli karcis masuk arena hiburan, atau mengantri saat prasmanan di resepsi pernikahan?
Pernah melihat orang tua maupun anak muda yang terlihat keren tapi kelakuannya bak manusia primitif karena untuk buang sampah saja mereka ga tau di mana tempatnya dan akhirnya asal buang?
Atauuuuu... Pernah kesel karena ada tempat parkir kosong, tp tidak bisa ditempati oleh kita karena mobil yang duluan parkir tidak mengindahkan pembatas parkiran, sehingga parkiran dua mobil/motor hanya bisa dipakai satu kendaraan?

Itu ciri-ciri toddler yang terperangkap di tubuh orang dewasa (istilah yang kemarin keluar dari saya begitu mendengar kisah dari bu yuli, maaf kalau kurang tepat).

Ya, mental mereka masih mental anak batita, meski wujud jasmaniah mereka sudah remaja, atau bahkan sudah beranjak tua.

Salah mereka kah? Iya...
Tapi ingat, pola asuh 7 tahun pertama itu juga menentukan!

Merasa repot, ribet, lama banget ketika melihat anak kita yang masih kecil makan makanannya sendiri?
Wajar ya. Tapi biarkanlah mereka berusaha sendiri. Kita bisa bantu dengan ikut mengumpulkan makanannya ke tengah piring agar mereka mudah menyendok.

Merasa ga kalau masak di dapur bersama bocah2, masaknya jadi jauuuuh lebih lama dari biasanya?
Tapi tidak apa-apa, itu adalah proses mereka belajar. Belajar menyiapkan makanan bersama bundanya.

Atau bisa jadi kita merasa sangat repot ketika kedua anak kita sedikit-sedikit meributkan hal-hal sepele.
Tidak apa-apa. Bantu mereka menyelesaikan hal itu.
Uraikan apa masalahnya, cari jalan keluar terbaik bagi mereka.
Ini bisa menjadi ajang mereka menyelesaikan masalah.

Misalnya mereka berebut mainan, kita ambil dulu mainan yang direbutkan.
Uraikan apa masalahnya.
"Mainannya ada satu, sedangkan yang ingin memainkan ada dua. Kita harus bagaimana?"

Hal-hal yang mungkin kita anggap sepele saat mereka kecil (makan sendiri, ambil minum sendiri, biasakan membuang sampah, berbagi dengan saudara, bersabar menunggu giliran, membantu membereskan rumah, ikut masak di dapur, dsb) ternyata adalah pelatihan kecakapan hidup mereka.
Hal-hal sepele seperti itu yang kelak akan memengaruhi cara bersikap mereka ketika dewasa.

Orang dewasa ga bisa menjadi orang yang dewasa mentalnya dengan cara instan.
Kita ga diprogram untuk menjadi dewasa setelah usia sekian atau sekian.
Tapi kita dididik untuk hal itu.
Itu pula yang harus kita lakukan pada anak-anak kita.
Mereka ga akan seujug-ujug bisa mengalah, bisa mengerti kondisi orang lain, bisa berempati, bisa bersikap sopan, bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Mereka bisa itu semua dengan pembiasaan, dengan dilatih, dididik, didampingi saat kecil.
Ga bisa sekali dua kali, sehari dua hari, tapi butuh proses panjang. Dan butuh kesabaran.

Mumpung masih kecil, masih mudah dibentuk, bentuklah anak kita menjadi anak yang baik, yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, yang bertanggung jawab.

Semakin sering anak dibiasakan, maka akan terpola kebiasaan itu didalam otaknya dan akan menjadi karakternya.

Tidak mudah memang, butuh usaha sangat besar. Karena memang menjadi orang tua bukanlah pekerjaan sambilan.
Dan butuh doa, agar anak kita bisa menjadi qurata'ayun, penyejuk pandangan.
Terus berusaha, dan terus bersabar dalam usaha kita. In sha allah berbuah indah kelak ketika mereka menjadi manusia dewasa...

Always try to be the best parent for our kiddos...
-bundy-