Senin, 26 Juni 2017

Saya Tidak Rujuk!

SAYA TIDAK RUJUK!
(Memaknai Hakikat Jodoh, Menurut Saya)

gambar dari sini


Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas semua perhatian, ucapan, dan doa yang dipanjatkan oleh teman-teman atas pernikahan saya. Saya tak akan mampu membalasnya satu persatu, maka biarlah Allah yang Maha Membalas yang membalasnya, syukran jazakumullah khairan katsiran ahsanal jaza.

Entah mulai dari mana, saya ingin menulis hal ini. Namun saya sebetulnya merasa agak terganggu dengan beberapa ucapan "selamat ya akhirnya bisa kembali bersama", "akhirnya bersatu kembali", "akhirnya kesabaran membuat suami kembali ke pelikan", dsbnya...
Maaf, sungguh saya minta maaf memprotes hal ini, seperti orang tak tahu diri, tak kenal terima kasih atas perhatian teman2 yang tulus pada saya. Semoga Allah mengampuni jika saya memang dinilai oleh-Nya sebagai manusia yang tak tahu diri.

Namun sungguh, kalimat2 itu di satu sisi memang terlihat luar biasa, sangat romantis, mengagumkan, memperlihatkan kemahabaikan Allah mengabulkan keinginan hamba-Nya. Namun di sisi lain hati saya seperti diketuk melalui kenyataan ini, apakah benar Allah mengabulkan keinginan hamba-Nya, ataukah hamba yang kelewat euforia terhadap garis perjalanan yang Allah berikan sehingga dengan jumawa yg tersamar hamba merasa Allah mau mengikuti keinginan sang hamba?

Sejujurnya saya merasa tdk nyaman dengan kalimat-kalimat senada itu, seolah saya tidak move on. Tidak move on dari seseorang yang di mana sama2 hamba, sama2 tak kenal dan bisa binasa kapan saja! 

Seolah saya tidak mampu menerima takdir yang Allah berikan, sehingga minta ditakdirkan untuk kembali berjodoh dengan seorang hamba yang mana kita sendiri tak tahu apakah ia baik untuk kita atau tidak dan sebaliknya. Betul seorang hamba boleh meminta, boleh berusaha, namun hak prerogatif Allah lah menentukan segala sesuatu, dan itu psti yang terbaik! Jika masih merasa itu bukan yang terbaik, maka perbaiki kembali keimanan kita!

Seolah saya tak memiliki hal lain, masa depan lain jika tak bersama hamba tersebut. Sungguh, kebahagiaan kita janganlah digantungkan pda seorang hamba, pada yang rapuh. Gantungkan pda Yang Mahakekal, pada Yang Menciptakan si rapuh tersebut. Bahkan ada sebuah pertanyaan yang menurut saya konyol dan agak tak beradab terhadap ketentuan Allah, "kamu berdoa dan ngelakuin apa sampai mantan kamu bisa kembali ke kamu?" Jika saja saya boleh berkata kasar, saya akan memaki. Memang saya semurah itu hingga harus meminta sesuatu yg saya tak tahu baik untuk saya atau tidak, bahkan sampai melakukan sesuatu? Sungguh, meskipun semua harta paling berharga saya diambil seperti kemarin, termasuk anak-anak saya, saya jauh lebih memilih kondisi itu dibandingkan meminta sesuatu yang kita gak tau faedahnya untuk keberlangsungan hidup kita, asalkan Allah ridho.

Dan apakah jika Allah menakdirkan saya tak menikah kembali dengan ayahnya anak2 saya, saya membina rumah tangga dengan orang lain, itu berarti Allah jahat? Karena ada sepenggal kalimat yang mengatakan nada demikian, "Allah baik sekali menyatukan kalian kembali."

Maaf saya agak keras mengatakannya, namun bagi saya, perkara jodoh, siapa jodoh kita, kapan datangnya, itu semua kuasa Allah. Kita berusaha, meminta, sewajarnya, dalam koridornya.
Bagi saya, perkara menikah ini bukanlah 'Menikah Lagi', namun Allah memberikan saya jodoh. 
Tidak ada orang lama atau baru. 
Saat kemarin saya bercerai dengan ayahnya anak2, berarti kami sudah bukan jodoh. Berarti kami memang tidak baik untuk satu sama lain.
Dan saat ini, ketika Allah memberikan saya jodoh, memang Allah memberikan orang yang menurut Allah tepat. Dan kebetulan (sesuai jalan yg Allah berikan) orang yang diberikan adalah orang lama, ayahnya anak2.

Bagi saya tdk ada orang lama atau baru, yg ada adalah jodoh yg diberi oleh Allah dalam batasan2 waktu yg hnya Allah saja yg tahu...

Ini sekadar pemikiran saya saja, tak merujuk pada dalil manapun, hanya sebuah perenungan terhadap apa yang telah dilewati...

Wallahu a'lam 

1 komentar: